Copyright © www.aldakwah.org 2023. All Rights Reserved.

Get Adobe Flash player
Anda dapat membaca Artikel serta kajian yang disediakan oleh kami
Anda dapat mengetahui berita islam terkini baik berita lokal maupun Internasional
Anda dapat mengakses murottal Al-Quran beserta terjemahannya ke berbagai bahasa
Anda dapat mengakses kajian audio yang kami terbitkan
Anda dapat berinfaq serta besedekah melalui perantara kami
Anda dapat memesan produk kami secara online

Media Melanda Masa Muda

“But I attack you not, as some of us [Christian] often do, by arms but by words; not by force but by reason; not by hatred but in love” (Henry Martin)

Media dan dunia yang semakin mudah untuk dijelajahi hanya dengan satu jari, disadari atau tidak akan mempengaruhi cara pikir kita. Sudah sering kita dengar bahwa teko itu mengeluarkan apa yang ada di dalam nya; begitupun dengan otak kita (cara kita berpikir akan sangat dipengaruhi dengan informasi yang kita dapatkan).

Kita sering mendengar istilah we are what we think namun jauh sebelum kita berpikir “think” kita sudah harus terkontaminasi dengan apa yang kita dapatkan “we are what we read” sebelum kita berpikir. Prior knowledge yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi cara pandang orang tersebut dalam menghadapi suatu masalah. Jika ada dua orang yang berbeda dan dihadapkan dengan masalah yang sama pasti mereka akan menyelesaikannya dengan cara yang berbeda sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.

Apakah Anda setuju jika prior knowledge yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi cara pandang seseorang? Jika Anda mengatakan ya, maka kemungkinan pandangan Anda dengan saya akan ungkapan Henry Martin seorang misionaris pun akan tidak jauh berbeda. Kita lihat jika dia sangat yakin dengan perkataannya bahwa ia akan menyerang umat Islam bukan dengan perang tetapi dengan kata-kata, bukan dengan paksaan tetapi dengan alasan dan bukan dengan kebencian tetapi dengan cinta. Saat ini, apa yang diungkapkan Henry Martin sudah dapat kita rasakan. Entah bagaimana caranya namun media ikut membantu penyebaran strategi yang mereka miliki. Salah satu contoh nyata yang kita rasakan tentang peran media dalam membantu penyebaran ghazwul fikri:

Menjauhkan umat Islam dari Al-Qur’an. Mereka tidak membakar dan memusnahkan Al-Qur’an namun mereka berusaha menciptakan sesuatu yang dianggap mampu mengalihkan perhatian dari Al-Qur’an. Nyanyian, merupakan salah satu yang mereka gunakan. Coba kita lihat orang di sekitar kita atau bahkan diri kita sendiri seberapa kenal kita dengan ayat-ayat dalam Al-Qur’an dibandingkan nyanyian yang kita anggap keren jika kita mengetahuinya? Bahkan anak SD sekalipun sudah TERLANDA dengan tantangan media ini. Suatu ketika saat mengajar di salah satu lembaga bimbingan belajar yang menyediakan fasilitas audio-visual sebagai media pembelajaran yang akan diputar setengah jam sebelum atau sesudah belajar guna meningkatkan motivasi siswa. Dan sangat mengejutkan saat anak kelas enam SD mengatakan ‘’ jangan nonton video anak-anak mending kita nonton videonya Taylor Swift”. Sangat luar biasa miris ternyata penyanyi music country itu lebih dikenal di benak anak-anak kita dibandingkan dengan sahabat-sahabat Rasulullah.

Mungkin sebagian orang tua akan bangga saat anak-anak nya menyanyikan nyanyian barat dan merasa anak saya bisa berbahasa Inggris. Mereka menyanyi meski mereka tidak mengetahui makna dari nyanyian tersebut padahal tidak sedikit nyanyian yang tidak layak didengarkan oleh anak-anak bahkan orang dewasa sekalipun. “jadi gak usah sok keren deh kalo gak tau artinya apa”

Menjauhkan anak-anak dari idola muslim, hal ini tidak jauh beda dengan persoalan di atas. Banyak remaja bahkan aktivis dakwah yang menggandrungi artis-artis Korea yang lagi booming. Ada beberapa yang membuat kita tercengah, saya dapatkan seorang teman yang rela untuk melewatkan tidur malamnya hanya untuk mendownload acara kesukaannya dan hal ini dilakukan bukan sekali atau dua kali namun sering berulang. Jika kita mengisi modem dengan kuota 5GB akan cukup bahkan sangat cukup untuk satu bulan maka tidak dengan dia; satu minggu adalah waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan kuota. Bahkan sempat terucap bahwa tidak mengapa ia menjadi TKI di Korea asalkan dia berkunjung ke Korea, dan posisi dia adalah seorang mahasiswa saat ia berucap demikian.

Hanya sekadar menonton mampu menjadikan seseorang amat mencintai sesuatu yang bahkan tidak sempat terpikir oleh kita sebelumnya. Menonton dan sekadar tahu tidak lah menjadi masalah, toh kita pun hidup di dunia yang mengharuskan kita tahu. Jika adik-adik mentee kita yang baru kenal mentoring membahas tentang artis korea, nyanyian atau bola kan setidaknya kita harus nyambung jangan sampai adik mentee kita berpikir kalau akang dan teteh aktivis dakwah tuh “hokcai” terus kalau ditanya ini itu serba tidak tahu. Tapi sekadar tahu kan tidak mengharuskan kita mantengin TV dari pagi sampai sore nonton gosip atau sekadar nonton drama Korea berepisode-episode.

Dua fakta yang kita temukan tadi bukanlah menjadi satu-satunya bahkan hanya sebagian kecil yang mampu kita sadari. Bahkan media yang kita anggap memintarkan kita seperti berita sekali pun dapat dijadikan alat propaganda orang-orang yang membenci Islam. Kita tahu kalau di salah satu koran pada akhir desember 2011sempat memuat artikel yang berjudul “can you be gay and Muslim?” mungkin nampak biasa. Padahal kata sambung “and” haram digunakan untuk sesuatu yang bertentangan.

Namun penulis menggunakannya untuk menyandingkan “gay dan Muslim”. Jika kita hanya melihat sampai di situ mungkin akan tampak tidak ada apa-apa hanya akan berpikir “oh mungkin penulis lagi cari sensasi” tapi jika kita perhatikan setelah diterbitkannya artikel tersebut banyak artis di awal januari yang mengaku bahwa dulu ia adalah seorang homoseksual dan hal yang serupa dengannya. Dan di bulan selanjutnya ternyata asosiasi gay dan lesbian ingin mengadakan konferensi di Indonesia dan berharap untuk dilegalkan. Sungguh luar biasa strategi yang digunakan mereka untuk membiasakan masyarakat dengan kebatilan sangatlah terencana pantas saja jika Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan bahwa kejahatan yang terorganisir akan mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisir.

Inilah yang dimaksudkan oleh Henry Martin, dia ingin membiasakan manusia dengan kebatilan tanpa disadari bahkan terasa sedang melakukan hal yang benar jika melakukannya karena banyak yang melakukannya. Jika dulu ibu-ibu pengajian bertanya tentang hukuman apa yang pantas untuk anak perempuan yang hamil di luar nikah maka sekarang pertanyaannya pun berubah menjadi apa hukum menghadiri pernikahan orang yang hamil di luar nikah. Melihat orang yang hamil di luar pernikahan menjadi biasa bahkan akan asing saat ada seorang pemuda yang tidak pernah membawa teman pria atau wanitanya ke rumah. Bahkan akan menjadi perbincangan pagi para ibu-ibu saat berbelanja, bernada mengkhawatirkan anak-anaknya tidak laku. Padahal nyatanya mereka yang justru sebenarnya mengkhawatirkan karena telah mengkhawatirkan sesuatu yang tidak sepantasnya dikhawatirkan dan tidak mengkhawatirkan sesuatu yang seharusnya dikhawatirkan.

dakwatuna.com