Copyright © www.aldakwah.org 2023. All Rights Reserved.

Get Adobe Flash player
Anda dapat membaca Artikel serta kajian yang disediakan oleh kami
Anda dapat mengetahui berita islam terkini baik berita lokal maupun Internasional
Anda dapat mengakses murottal Al-Quran beserta terjemahannya ke berbagai bahasa
Anda dapat mengakses kajian audio yang kami terbitkan
Anda dapat berinfaq serta besedekah melalui perantara kami
Anda dapat memesan produk kami secara online

Muqawwimat Salafiyyah (Bangunan Salafiyyah)

PENGERTIAN ISTILAH

Qiwam berarti aturan suatu perkara, tiang dan pilarnya. Qiwam ad-Dien  adalah  tiang agama. Qiwam al-Haq  adalah penegak kebenaran. Dan seseorang yang menjadi tilang punggung keluarga disebut qiwam ahl baitihi. Undang-undang dasar negara yang menjadi haluan kebijakan negara disebut qiwam ad-Daulah. Sesuatu yang tegak lurus disebut qawim atau mustaqim, maka segala yang bisa menjadi penegak dan pelurus bagi sesuatu disebut qiwam atau muqawwim.

Berdasarkan pengertian bahasa diatas maka Muqawwimat Salafiyyah adalah ukuran dan aturan yang bisa meluruskan dan menegakkan bangunan salafiyyah.

Sedangkan yang kita maksudkan dengan istilah salafiyyahyaitu: “Sebuah ittijah yang mengedepankan nash-nash syar’i diatas alternatif-alternatif lain baik secara manhaj (metodologi) maupun secara mudhu’ (substansi materi), yang konsisten dengan petunjuk Rasul e dan petunjuk para sahabatnya t baik dalam tataran ilmu (koqnisi) maupun amal (afiksi), dengan menyingkirkan manhaj-manhaj yang bertentangan dengan petunjuk ini baik dalam hal aqidah, ibadah, dan tasyri’”.

 

 

LATAR BELAKANG MASALAH

Perbedaan salafiyyah dengan kelompok Islam lainnya terletak pada Manhajiyyah at-Ta’ammul ma’a an-Nash (metodologi berinteraksi dengan al-Qur`an dan as-Sunah). Sehingga konsekuensinya adalah perbedaan dalam kesimpulan dan isi.

Oleh karena itu perhatian para pelopor salafiyyah, mulai dari Imam Syafi’i dan Imam Ahmad adalah merumuskan muqawwimat salafiyyah dalam berta’ammul bersama nash, dalam kisi-kisi aqidah yang mengalami kegoncangan pada masanya, akibat munculnya pendapat-pendapat yang menyimpang dari aqidah salaf.

Usaha perumusan muqawwimat ini berkesinambungan dan terus, dengan mamfokuskan pada obyek yang diperselisihkan atau yang dipermasalahkan oleh manusia.

Ketika Imam Ibn Taimiyyah datang untuk menegakkan rumusan ilmiah bagi salafiyah, dia lebih banyak menekankan pasa aspek manhaj (metodologi) daripada aspek materi atau isinya, ini dalam sekala priorotas; seperti dalam Dar’ Ta’arudh al-‘Aql wa an-Naql, Naqdh al-mantiq, Ar-Raddu ‘Ala al-Manthiqiyyin, dan memfokuskan pada sebagian kaidah-kaidah umum seperti dalam risalah at-Tadammuriyah.

Dalam era modern ini, para tokoh salafiyyah atau yang berintisab kepada salafiyyah bersemangat menampilkan muqawwimat salafiyyah mereka. Adakalanya dengan merepetisi apa yang telah ditetapkan oleh para ulama terdahulu melalui jalan Ja’m wa Tanzdim (akomodasi dan sistemasasi). Sejalan dengan kondisi pemikiran kekinian, sebagaimana yang dilakukan oleh Syeikh Abdurrahman as-Sa’di dalam kitabnya Thariq al-Wushul ila al-Islami al-Ma’mul bi Ma’rifati al-Qowaid wa adh-dhawabith wa al-Ushul, dan kitab Al-Qadhaya al-Kulliyah li al-I’tiqad fi al-kitab wa as-Sunnah tulisan Abdurrahman Abdul Khaliq, dan yang lainnya atau dari aspek lain yang disalah pahami oleh pihak lain.

Ketika sebagian orang yang berintisab dengan salafiyah atau yang berada diluar salafiyyah menggambarkan bahwa salafiyyah hanyalah mengkhususkan masalah-masalah aqidah, ilahiyyat, nubuwwat, dan ghaibiyyat, bahkan sebagian lagi mengecilkan salafiyyah dengan masalah-masalah penetapan sifat dan ru’yah, pengingkaran terhadap Khalq al-Qur`an dan sikapnya  dalam masalah  iman dan pelaku dosa besar. Maka hal tersebut mengundang sebagian pengikut manhaj salafiyah menyerukan  pentingnya usaha perumusan bangunan muqawwimat salafiyah secara utuh karena statusnya sebagai falsafah hidup manusia  dalam pemikiran dan suluk.

Diantara kitab yang ditulis unutk menjelaskan bangunan menhaj salaf secara utuh adalah kitab Ahlu Sunnah Waljama’ah tulisan Muhammd Abdul Hadi al Misri, dan kitab Qawaid al Manhaj as-Salafi wa an-Nasaq al-Islami fi Masail al-Uluhiyyah wa al-Alam wa al-Insan ‘inda Syeikh al-Islam Ibn Taimiyyah, juga kitab Fiqh Ushul ad-Da’wah tulisan Ahmad Salam.

 

MUQAWWIMAT MANHAJIYYAH

Manhaj salafiyyah adalah mengandalkan wahyu al-Qur`an dan as-sunnah  dalam statusnya sebagai sumber terdepan dalam masalah ilmu, mengalahkan sumber-sumber yang lain seperti, rasio, alam semesta, manusia, dan sejarah.

Prisnsip ini terkadang disebut “Taqdim asy-Syar’ aw an-naql ‘ala al-‘Aql”. Akan tetapi kalimat ini tidak menggambarkan secara sempurna tentang muqawwim salafi dalam hal hubungan antara wahyu dengan akal, karena pengertian akal menurut salaf adalah nalar yang fitrah. Tentunya fitrah ini tidak mungkin bertentangan dengan wahyu, karena itu yang dimaksud mendahulukan wahyu atas akal adalah mendahulukan wahyu atas pemikiran-pemikiran yang menyalahinya, yang biasa dikemukakan oleh para filosof ,mutakallim, para pemikir dan sarjana sosial dan lain-lain dengan nama akal atau rasional.

Termasuk dalam bingkai doktrin ini adalah:

  1. Menolak adnya Ishmah dari diri manusia selain Rasulullah e, setinggi apapun ilmu, ketaqwaan dan wira`inya. Karena itu wajib mengembalikan semua ucapan kepada putusan Allah I dan rasulNya e.
  2. Mengandalkan manhaj Istidlal Qur`ani dalam problematika tauhid, kebangkitan dan lain-lain, yang sekiranya peran seorang peneliti adalah menafsirkannya untuk mendekatkan pemahamannya kepada  manusia tanpa  merekayasa atau menghadirkan teori-teori filsafat yang tidak sesuai sama sekali dengan metodologi al-Qur`an, baik hasil akhir maupun mantiqnya.
  3. Mengandalkan pemahaman sahabat terhadap nash-nash dan interprestasi mereka terhadap al-Qur`an dan as-sunnah. Sebab mereka bertalaqqi langsung dari Rasulullah e, dengan keselamatan fitrah serta bahasa mereka.

Diantara konsekuensi muqawwim ini adalah menolak ta’wil ahli kalam dan kaum rasionalis yang menjadikan pemahaman akal sebagai azas baru kemudian melihat kepada nash, jika cocok diambil dan jika menyalahi dita’wil

  1. Ijma’ dan Qias adalah dua sumber tasyri’. Setelah dua sumber primer al-Qur`an dan as-sunnah. Keduanya dikembalikan kepada sumber primer; maksud-maksud dan kaidah-kaidahnya sebagai mana dalam ijma’ biasanya, atau kepada hukum-hukum  partikuler sebagaimana dalam qias yang tidak lebih dari sekedar mengikat peristiwa-peristiwa baru dalam kehidupan manusia dalam status hukumnya dengan peristiwa-peristiwa yang telah memiliki status hukum berdasarkan  wahyu melalui sebuah illat (alasan hukum).
  2. 5.      Tajdid dan Ijtihad

Tajdid adalah istilah syar’i  yang hadir dalam hadits shahih “Sesungguhnya Allah mengutus disetiap penghujung seratus tahun, orang yang melakukan tajdid terhadap agamanya untuknya” (Jami’ al-Ushul II/320)

Tajdid dalam pengertian salafi adalah membersihkan agama ini dari kotoran-kotoran yang melekat padanya hingga kembali sinar pertamanya.

Adapun Ijtihad maka ia adalah proses untuk memenuhi kehidupan  mereka yang terus berubah dengan hukum-hukum yang digali dari syari’at. Dia adalah gerakan yang hidup untuk merakit realitas manusia disegala zaman dengan ajaran-ajaran syari’at yang diwahyukan dalam al-Qur`an dan as-Sunnah.

  1. Syumuliyah Islam.

Islam menurut ittijah salafi adalah bangunan aturan yang sempurna mencakup semua aspek kehidupan manusia; aqidah, ibadah, akhlaq, undang-undang, ekonomi, politik, sosial, pengetahuan,… dan lain-lain.

Dari sisi lain Islam akan terwujud dengan utuh dalam diri manusia melalui niat dalam dirinya dan praktek dalam suluknya. Karena itu menggugurkan salah satunya tidak mendapat tempat dalam ittijah salafi.

 

MUQAWWIMAT MAUDHU’IYAH

  1. Wujud Allah bagi salaf adalah perkara fitrah, aksioma dari apriori, penuh dengan bukti-bukti dalam diri manusia dan cakrawala semesta. Dan kenabian adalah bukti-bukti yang mengokohkan perasaan fitri ini.
  2. Tauhid bagi salaf ada tiga macam
  • Tauhid Rububiyyah, yaitu: mentauhidkan Allah dengan perbuatan-perbuatan-Nya, mencipta, mengatur, memiliki dan lain-lain.
  • Tauhid Uluhiyyah, yaitu: mentauhidkan Allah dengan perbuatan-perbuatan para hamba; niat, tindakan dan berhukum kepada syari’atNya.
  • Tauhid Asma dan Sifat, yaitu: menetapkan apa yang ditetapkan oleh Allah dan RasulNya dari asma-asma dan difat-sifat itu tanpa takyif, tamtsil, ta’thil, dan tahrif.
  1. Membagi Syirik menjadi dua, berdasarkan pengaruhnya dalam keimanan pelakunya:

-       Syirik akbar: mengeluarkan dari wilayah Islam dan tidak diampuni.

-       Syirik Ashghar: tidak mengeluarkan dari Islam, tetapi mempengaruhi iman, yaitu menandakan kelemahan Iman.

  1. Iman adalah keyakinan dalam hati, ucapan dengan lesan dan amalan dengan anggota badan, bertambah karena taat dan berkurang dengan maksiat.
  2. Taqdir adalah haq dalam semua stratanya yang empat (Ilmu, tulisan, masyiah, dan khalq).
  3. Iman dengan nubuwwah dan risalah yang tersebut dalam wahyu yang benar, meyakini bahwa para nabi adalah manusia yang diberi wahyu, mengimani mu’jizat-mu’jizat mereka yang berupa kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah.
  4. Iman dengan semua sam’iyat yang diberitakan oleh wahyu seperti malaikat, setan jin, kehidupan barzakh, kehidupan akhirat dengan semua isinya.
  5. Mencintai para sahabat Rasul e dan ahlul baitnya, tanpa menghukumi fasik kepada satupun diantara mereka atau mengakui ishmahnya.
  6. Manusia di dunia adakalanya mukmin, kafir atau munafiq. Tidak langsung mengkafirkan orang tertentu dari ahlli kiblat yang menyatakan kekufuran.

Adapun di akhirat maka kafir, musyrik dan munafiq adalah kekal di Neraka, sedangkan mukmin dan taqiy ada dalam syurga. Adapun muslim pendosa besar yang belum bertaubat maka akan ada dalam masyiah Allah.

  1. Tahsin dan Taqbih dapat diketahui oleh akal fitri, sedangkan rincian dan detailnya, serta akibat-akibatnya maka acuannya adalah syara’.
  2. Tentang hukum kausalitas, salaf mengimani bahwa Allah yang Maha Menguasai dan Mengatur alam telah menetapkan hukum-hukum alam, yang mana alam itu bergerak dengan hukum-hukum itu, dan bahwasannya sebab bisa berpengaruh pada musabbab, dengan meyakini bahwa sebab dan musabbab serta sababiyyah antata keduanya, semuanya berjalan dengan perintah Allah, mengikuti kehendaknya.
  3. Tentang Imamah: mereka menolak keluar menentang imam muslim selagi dia masih menegakkan shalat ditengah-tengah mereka dan tidak menampakkan kekufuran yang nyata. Mereka berperang dengannya, baik maupun jelek.
  4. Ibadah bukanlah bagian diluar dari iman, melainkan bagian terpenting dari padanya, karena ia adalah perwujudan bagi penghambaan manusia kepada rabb-nya secara langsung.
  5. Aturan-aturan akhlaq dan kemasyarakatan dalam polotik, ekonomi, interaksi-interaksi dan kebudayaan, dalam manhaj salafi bertumpu pada azas aqidah, dan terwujud dalam bentuk hukum-hukum syar’i, yang contoh-contoh terapannya beradaptasi dalam ketinggian seninya yang bersesuaian dengan konteks zamannya.

(diambil dari kitab As-Salafiyah wa Qadhaya al-Ashr, Prof. DR. Abdur-Rahman Ibn Zaid Az-Zunaidi, Dar Isybiliya Riyadh Cet I/1418)