Copyright © www.aldakwah.org 2023. All Rights Reserved.

Get Adobe Flash player
Anda dapat membaca Artikel serta kajian yang disediakan oleh kami
Anda dapat mengetahui berita islam terkini baik berita lokal maupun Internasional
Anda dapat mengakses murottal Al-Quran beserta terjemahannya ke berbagai bahasa
Anda dapat mengakses kajian audio yang kami terbitkan
Anda dapat berinfaq serta besedekah melalui perantara kami
Anda dapat memesan produk kami secara online

Fatwa - Fatwa tentang Puasa (Bagian 4)

16. Pertanyaan:

Apakah dibulan ramadhan kita perlu berniat setiap hari atau cukup berniat sekali untuk satu bulan penuh?

Jawaban:

Cukup dalam seluruh bulan ramadhan kita berniat sekali diawal bulan, karena walaupun seseorang tidak berniat puasa setaip hari pada malam harinya, semua itu sudah masuk islam dalam niatnya diawal bulan.

Tetapi jika puasanya terputus ditengah bulan, baik karena bepergian, sakit dan sebagainya, maka dia harus berniat lagi, karena dia telah memutus bulan ramadhan itu dengan meninggalkan puasa karena perjalanan, sakit dan sebagainya.

Syaikh Muhammad Ibnu Utsaimin, Fatawa Arakanul Islam, Ash-Shiyam:17

 

17. Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya menggunakan alat bantu pernafasan bagi orang yang berpuasa?

Apakah hal tersebut dapat membatalkan puasanya?

Jawaban:

Menggunakan alat bantu pernafasan hanya berupa udara dan tidak sampai keperut, maka menurut pendapat kami hukumnya boleh.

Jika anda menggunakan alat bantu pernafasan ketika berpuasa, maka anda tidak perlu berbuka. Alasannya seperti yang kami katakan tidak ada sesuatu yang masuk kedalam perut, karena yang disemprotkan adalah udara, berasap, dan hilang sehingga apa yang dihirup tidak masuk kedalam perut.

Maka hukumnya boleh menggunakan alat pernafasan ketika anda berpuasa, dan tidak membatalkan puasanya.

Syaikh Muhammad Ibnu Utsaimin, Fatawa Arakanul Islam, Ash-Shiyam:23

 

18. Pertanyaan:

Apakah orang yang bermimpi basah puasanya sah?

Jawaban:

Ya orang yang bermimpi basah puasanya sah. Mimpi basah yang tidak membatalkan puasa karena hal tersebut terjadi bukan karena kemauannya, dan segala sesuatu yang terjadi pada tidurnya dimaafkan.

Pada kesempatan ini saya ingin mengingatkan tentang apa yang banyak dikerjakan manusia pada akhir-akhir ini, mereka banyak begadang dimalam hari bulan ramadhan, mungkin mereka begadang untuk sesuatau yang tidak bermafaat, atau bahkan membahayakan mereka, kemudian disiang harinya mereka tidur terus.

Perbuatan seperti ini tidak selayaknya dilakukan, karena seharusnya manusia menjadikan waktu puasanya untuk ketaatan, dzikir, membaca Alquran, dan ketaatan lainnya yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Syaikh Muhammad Ibnu Utsaimin, Fatawa Arakanul Islam, Ash-Shiyam:33

 

19. Pertanyaan:

Apa saja adab dalam berpuasa?

Jawaban:

Diantara adab puasa adalah bertaqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan menjalankan perintah-perintahnya, dan menjauhi larangan-larangannya.

Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa“ (QS. Al-Baqarah:185)

Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, selalu mengerjakannya dan tidak meninggalkan kebodohan, maka Allah tidak akan memberikan pahala atas puasanya”[1]

Diantara adab puasa lainnya adalah memperbanyak sedekah, berbuat baik, dan dermawan kepada manusia. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam merupakan orang yang paling dermawan dibulan ramadhan, oleh sebab itu setiap kali bertemu dengan malaikat jibril dibulan ramadhan, beliau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam membacakan Alquran kepadanya.[2]

Diantara adab puasa lainnya adalah menjauhi larangan-larangannya Allah ‘Azza wa Jalla, seperti: Kebohongan, celaan, hinaan, penipuan, pengkhianatan, melihat sesuatu yang dilarang, mendengarkan sesuatu yang dilarang, dan hal-hal yang dilarang lainnya yang harus dijauhi oleh orang-orang yang berpuasa, dan orang-orang yang tidak berpuasa.

Akan tetapi orang yang berpuasa lebih ditekankan. Diantara adab puasa lainnya adalah bersahur dan mengakhirkannya. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:

“Hendaklah kalian bersahur karena sesungguhnya dalam sahur tersebut terdapat keberkahan”[3]

Diantara adab puasa yang lain adalah berbuka dengan makanan yang manis, jika tidak ada maka dengan kurma, dan jika tidak ada maka dengan air.

Hendakalah menyegerakan berbuka puasa jika waktu maghrib tiba atau jika menurut perkiraannya matahari telah tenggelam, karena Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا الفِطْرَ - رواه متفق عليه

“Seseorang itu senantiasa berada dalam kebaikan selagi mereka selalu menyegerakan berbuka puasa” (Muttafaqun ‘Alaih)[4]

Syaikh Muhammad Ibnu Utsaimin, Fatawa Arakanul Islam, Ash-Shiyam:44

 

20. Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya menelan dahak atau ingus bagi orang yang berpuasa?

Jawaban:

Ingus atau dahak jika tidak mengalir dari mulut, maka tidak membatalkan puasa. Demikian menurut kesepakatan satu madzhab tetapi jika ingus tersebut mengalir melalui mulut kemudian ditelan, maka hal ini ada dua pendapat diantara para ulama:

Sebagian ulama berpendapat bahwa hal tersebut membatalkan puasa karena sama dengan makan minum.

Sebagian ulama yang lain berpendapat tidak membatalkan puasa karena hal tersebut sama dengan ludah, karena ludah tidak membatalkan puasa jika seseorang mengumpulkan ludahnya kemudian menelannya maka puasanya tidak batal.

Apabila para ulama berselisih pendapat maka yang berhak untuk dijadikan rujukan adalah Al-Quran dan As-Sunnah, apabila kita ragu-ragu dalam masalah ini apakah dapat merusak ibadah?

Dasar ibadah adalah tidak rusak, maka berdasarkan hal tersebut menelan ingus tidak membatalkan puasa. Selama orang tersebut tidak berusaha memasukkannya kedalam mulut dari tenggorokan bagian bawahnya, tetapi jika keluar dari mulut sebaiknya dia mengeluarkannya baik ketika dia berpuasa maupun tidak berpuasa.

Adapun jika membatalkan puasa diperlukan dalil yang dijadikan sebagai argument bagi manusia dihadapan Allah Ta’ala bahwa hal tersebut dapat membatalkan puasa.

Syaikh Muhammad Ibnu Utsaimin, Fatawa Arakanul Islam, Ash-Shiyam:40

________________________________________

[1] Ditakhrij oleh Al-Bukhari dalam kitabnya Ash-Shiyam, bab “Man Lam Yada’ Qaula Az-Zuhri wa Al-‘Amal bihi fi Ash-Shiyam”, (1903).

[2] Ditakhrij oleh Al-Bukhari dalam kitabnya Ash-Shiyam, bab “Ajwadu maa kaana An-Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Yakuunu fi Ramadhan”, (1902).

[3] Ditakhrij oleh Al-Bukhari dalam kitabnya Ash-Shiyam, bab “Barakatu As-Sahur”, (1923) dan Muslim dalam kitabnya Ash-Shiyam, bab “Fadhlu As-Sahur”, (1095)

[4] Ditakhrij oleh Bukhari dalam kitab Ash-Shaum, bab “Ta’jil Al-Ifthar”, (1957)

Dan Muslim dalam kitab Ash-Shiyam, bab “Fadhlu As-Sahur”, (1098)

(aldakwah.org/azamhamas)