Copyright © www.aldakwah.org 2023. All Rights Reserved.

Get Adobe Flash player
Anda dapat membaca Artikel serta kajian yang disediakan oleh kami
Anda dapat mengetahui berita islam terkini baik berita lokal maupun Internasional
Anda dapat mengakses murottal Al-Quran beserta terjemahannya ke berbagai bahasa
Anda dapat mengakses kajian audio yang kami terbitkan
Anda dapat berinfaq serta besedekah melalui perantara kami
Anda dapat memesan produk kami secara online

Ramadhan, Gigihlah dalam Mengetuk Pintu Surga

Oleh: Bagus Adiyanto

Ibadah puasa di bulan Ramadhan sesungguhnya adalah suatu proses tarbiyah terhadap seseorang yang beriman agar menjadi orang yang bertakwa.

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS 2:183)

Menjadi orang bertakwa artinya kondisi dimana seseorang mempunyai kesadaran yang tinggi akan keberadaan Allah SWT. Jika seseorang bisa meraih derajat takwa maka akan timbul di dalam benak orang tersebut rasa takut, cinta dan juga harapan terhadap Allah SWT. Tentunya, kondisi takwa ini akan menjaga seseorang dari perbuatan perbuatan dosa.

 

Reformasi diri untuk menjadi orang yang bertakwa akan terjadi manakala ibadah puasa dijalankan dengan totalitas dari dimensi fisik dan juga spiritual. Menurut Imam al-Ghazali di dalam al-Ihya’ ‘Ulumuddin, ada 3 tingkatan ibadah puasa:

1. Tingkatan Umum

Ialah puasa yang sudah kita kenal dengan baik yaitu menahan lapar, haus dan syahwat.Menurut Imam al-Ghazali, menahan lapar dan haus merupakan alat yang efektif untuk melemahkan pengaruh setan atau keburukan yang ada di dalam manusia. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya setan mempengaruhi anak Adam melalui peredaran darah. Maka persulitlah pengaruh setan melalui rasa lapar.” Di dalam riwayat lain dikatakan, Rasulullah SAW mengatakan kepada Aisyah RA, “Gigihlah dalam mengetuk pintu surga.” Kemudian Aisyah RA bertanya kepada nabi, dengan apakah aku mengetuk pintu surga? Rasulullah SAW menjawab, “Dengan rasa lapar.”

Jika seseorang bisa menahan lapar, haus dan syahwatnya dari sahur sampai waktu maghrib, berarti orang tersebut telah lulus dari tingkatan yang pertama.

2. Tingkatan Khusus

Tingkatan yang kedua ialah berpuasa dengan anggota badan.Di tingkat kedua, seseorang harus bisa menjaga anggota tubuhnya dari segala perbuatan yang tidak dianjurkan oleh agama. Yang paling utama ialah menjaga penglihatan, pendengaran dan juga lidah kita selama berpuasa.

Berpuasa dengan mata artinya hindarkan untuk melihat hal hal yang tidak baik dan gunakanlah untuk melakukan amal shalih dan ibadah. Gunakanlah mata untuk membaca ayat-ayat al-Quran, buku-buku atau artikel tentang ilmu agama, dll.

Berpuasa dengan mulut atau lisan artinya hindarkan berbicara hal-hal yang tidak baik atau sia-sia. Gunakan mulut kita untuk tilawah al-Quran, dzikir, istighfar, dan berkata-kata yang baik.

Berpuasa dengan telinga artinya hindarkan mendengarkan pembicaraan yang tidak baik seperti gunjingan terhadap orang lain. Gunakanlah telinga untuk mendengar lantunan ayat-ayat al-Quran, majelis ilmu agama, dll.

Begitu juga halnya dengan tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuh kita yang lain. Intisari dari tingkatan berpuasa yang kedua adalah gunakanlah potensi jasmani kita untuk beribadah dan beramal shalih. Latihlah jasmani untuk menghindari keterlibatan dengan hal-hal yang buruk.  Dari riwayat Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya puasa itu adalah perlindungan. Ketika kamu berpuasa janganlah berkata yang tidak pantas atau melakukan tindakan yang tidak layak. Jika ada seseorang yang bersengketa atau berargumen denganmu, katakan kepadanya, ‘Saya sedang berpuasa, sungguh saya sedang berpuasa.’”

3. Tingkatan Extra Khusus

Tingkatan yang ketiga mengharuskan seseorang yang berpuasa untuk menjaga hatinya dari segala pikiran buruk, emosi dan ego. Gunakanlah hati dan pikiran untuk mengingat Allah SWT dan berpikir secara positif.

Jika kita observasi hati dan pikiran kita selama 1 menit, maka akan muncul berbagai macam pemikiran tentang pekerjaan, keluarga, kehidupan sosial, dll. Pikiran kita diibaratkan jantung yang memompa darah ke seluruh badan. Hati manusia melalui otak dan sistem syaraf manusia akan memproduksi berbagai macam pikiran ke dalam benak seseorang. Akan tetapi, seseorang bisa mengalokasikan energi yang ada di dalam dirinya untuk memilih pemikiran yang baik untuk dirinya. Kecerdasan emosi akan membuat seseorang tidak didominasi oleh pikiran-pikiran buruk.

Di tingkatan yang paling tinggi inilah, kita melatih hati agar selalu ingat dengan Allah SWT. Detik demi detik kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk selalu ingat dan fokus dengan Allah SWT. Jauhkan pikiran-pikiran tentang hal-hal duniawi ataupun hal-hal yang membuat hati gundah gulana. Karena kita ingin mempunyai kesadaran yang tinggi tentang Allah SWT di setiap saat yang kita miliki. Inilah esensi ketakwaan sesungguhnya yang apabila kita mampu meraihnya, maka kita akan mempunyai kedudukan yang mulia di mata Allah SWT. Bukankah Allah SWT sudah memberitahukan bahwa sebaik-baiknya manusia ialah orang yang paling bertakwa?

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(QS 49:13)

Ketiga tingkatan tersebut merupakan suatu pendekatan yang sangat komprehensif dari dimensi fisik dan spiritual. Agar seseorang bisa meraih derajat takwa. Maka dari itu, di bulan yang mulia ini, jangan sampai waktu yang kita miliki terbuang sia-sia hanya mendapatkan lapar dan haus saja. Padahal, Allah SWT sudah memberitahukan bahwa Ia sudah menyediakan surga bagi orang-orang yang bertakwa.

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.(QS 3:133)

Maka dari itu, jika ketiga tingkatan tersebut dilaksanakan dengan baik, maka seseorang akan bisa hidup dengan baik  dan bahagia sesuai dengan fitrahnya, menjadi hamba Allah SWT yang sebenar-benarnya.

dakwatuna.com