Copyright © www.aldakwah.org 2023. All Rights Reserved.

Get Adobe Flash player
Anda dapat membaca Artikel serta kajian yang disediakan oleh kami
Anda dapat mengetahui berita islam terkini baik berita lokal maupun Internasional
Anda dapat mengakses murottal Al-Quran beserta terjemahannya ke berbagai bahasa
Anda dapat mengakses kajian audio yang kami terbitkan
Anda dapat berinfaq serta besedekah melalui perantara kami
Anda dapat memesan produk kami secara online

Cara Memperoleh Ilmu yang bermanfaat

Oleh: Ali Akbar bin Aqil

Dalam bukunya berjudul Risalah al-Mu`awanah Imam Abdullah Al Haddad menganjurkan kepada kita untuk memiliki kebiasaan membaca kitab-kitab berisi ilmu yang bermanfaat. Ilmu sendiri dibagi menjadi dua: ilmu yang manfaat dan ilmu yang mengandung mudharat.

Pada tiap bagian ilmu, terkandung ciri-ciri tertentu. Ciri ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mengantarkan kita semakin mengenal Allah. Inilah ilmu tauhid.

Ciri pertama ini mengandung makna bahwa dengan semakin berilmu kita semakin mengenal sifat-sifat, firman-firman, dan ciptaan-ciptaan Allah.

Sebagai contoh ciri pertama, ketika kita telah mengetahui bahwa Allah Maha Mengetahui maka pengetahuan kita akan hal ini membuat kita mawas diri agar tidak terjatuh dalam lembah maksiat. Kita yakin bahwa Allah mengetahui segala apa yang kita lakukan.

Ketika kita tahu bahwa Allah Maha Mendengar, maka pengetahuan kita ini akan membuat kita berhati-hati dalam melontarkan tiap huruf, kata, dan kalimat. Kita yakin Allah mendengar segala yang terucap oleh lisan kita. Kita akan berusaha dengan sungguh-sungguh menjaga lisan agar tidak sampai mengucapkan kata-kata yang tercela di sisi-Nya. Sekali lagi, ciri ilmu bermanfaat yang pertama adalah ilmu yang mengenalkan kita tentang Allah dalam segala aspeknya.

Ciri kedua dari ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mengantarkan kita untuk patuh terhadap segala peraturan Allah, meliputi kewajiban dan larangan-Nya. Semakin kaya ilmu yang kita miliki semakin kaya pula kita dalam berusaha mengerjakan semua hal yang diperintahkan dan menjauhi segala hal yang dilarang.

Ciri ketiga adalah ilmu yang membuat kita tidak bergantung pada dunia dan dekat dengan akhirat. Bukan sebaliknya, ilmu yang membuat kita ingat dunia tapi lupa alam akhirat. Berilmu tapi lalai dalam menabung kebaikan bekal kehidupan selanjutnya adalah kebalikan dari ciri ketiga ini.

Ciri berikutnya adalah ilmu yang membuat kita semakin sadar terhadap kekurangan diri sendiri. Semakin kita berilmu, semakin kita sibuk mencari kekurangan diri sendiri dan tidak menggubris aib dan kekurangan pada diri orang lain.

Singkatnya, orang yang berilmu bukan yang pandai berdebat, berceramah, mengeritik setiap orang, tapi ilmu yang membuat kita semakin takut kepada Allah. Pengertian demikian telah dituangkan Allah dalam firman-Nya:


“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang-orang yang berilmu).(QS. Fathir [35] : 28).

Sungguh beruntung mereka yang mau mencari ilmu, mengamalkan, dan mengajarkannya. Mereka yang memiliki ilmu bermanfaat tentu akan terhindar dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam berikut:

أَشَدُّ الناَّسِ عَذَاباً يَوْمَ القِياَمَةِ عَالِمٌ لَمْ يَنْفَعْهُ عِلْمُهُ - الطبرانى، وابن عدي، والبيهقى فى شعب الإيمان عن أبى هريرة

“Kelak, manusia yang paling pedih siksanya di hari kiamat adalah orang berilmu yang tidak bermanfaat ilmunya.” (HR. Thabrani, Ibnu Adiy dan Baihaqi dari Abu Hurairah).

Dalam doanya, Nabi pernah memanjatkan permohonan kepada Allah agar dilindungi dari ilmu yang tidak bermanfaat:

اَلَّلهُمَّ إِنِّىْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسِ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجاَبُ لَهاَ - مسلم عن زيد بن أرقم

“Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak tenang, jiwa yang tidak pernah merasa puas, dan doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim dari Zaid bin Arqam).

Cara Memperoleh Ilmu Manfaat

Menurut Imam Abdullah Al Haddad dalam bukunya Risalah al-Mu`awanah, keempat ciri ilmu tersebut dapat diraih dengan rajin membaca dan mengkaji kitab-kitab yang telah ditulis oleh Imam Al-Ghazali.

“Imam Ghazali telah menulis banyak buku yang sangat besar manfaat dan mutunya. Hanya orang yang mantap pandangan batinnya, kokoh agamanya dan sempurna keyakinannya yang mau mengkaji buku-buku beliau,” tulis Imam Abdullah.

Maka, seyogiyanya kita selalu mengkaji buku-buku Imam Ghazali jika kita mempunyai keinginan untuk bisa sampai pada derajat yang mulia.
Melihat pentingnya posisi karya-karya Imam Ghazali, maka tidaklah heran jika di berbagai tempat buku-bukunya dibaca dan dikaji secara mendalam. Di Tanah Air sendiri tidak terhitung berapa banyak majelis pembacaan kitab-kitab Imam Ghazali, khususnya kitab Ihya` Ulumud-Din.

Selain itu, untuk lebih menyempurnakan syariat, seyogyanya kita juga membaca kitab-kitab tafsir dan hadits sebagai penjabaran dari al-Qur`an yang merupakan kitab suci umat Islam. Tujuannya adalah agar kita terhindar dari memahami al-Qur`an secara harfiyah saja tanpa mengetahui makna yang dikandung di dalamnya.

Membaca buku tafsir menjadi sangat penting sebab karena buku tafsir ditulis oleh sosok yang memiliki ilmu al-Qur`an, meliputi sebab turunnya suatu ayat atau surat, kandungan bahasa, nasikh-mansukh, dan sebagainya. Adapun membaca al-Qur`an dengan bersandar pada terjemahannya semata tak dapat dijadikan sebagai sebuah pemahaman yang benar.

Pentingnya membaca al-Qur`an dengan tafsirnya menjadikan pemahaman kita terhadap isi kandungan di dalamnya lebih utuh, tidak hanya memahami dari satu sudut pandangan saja. Begitu pula dalam membaca sebuah hadits. Agar pemahaman kita terbentuk dengan baik, kita harus merujuk pada keterangan-keterangan para ulama.

Tidak terkecuali membaca buku-buku agama. Hanya buku-buku yang ditulis oleh orang-orang shaleh sajalah yang bisa memperkaya wawasan keagamaan kita. Demikian halnya membaca buku atas rekomendasi para ulama, seperti yang telah diterangkan oleh Imam Abdullah Al-Haddad. Meski begitu, janganlah semua buku para wali Allah kita baca, seperti karangan Ibnu Arabi, atau beberapa karangan Imam Ghazali yaitu Al-Mi`raj.

Mengapa kita dilarang membaca buku-buku seperti itu?  Setidaknya ada dua alasan.

Pertama, khawatir salah dalam memahami disebabkan kedangkalan nalar kita. Kedua, khawatir kita menuduh yang tidak-tidak terhadap Ibnu Arabiy, seorang wali Allah, karena kebodohan diri kita sendiri.

Sedari dini, kita perlu melatih diri untuk tidak pernah merasa bosan memburu ilmu. Kehidupan merupakan universitas yang mengajarkan banyak hikmah dan pelajaran. Ambil, petik, manfaatkan sebaik-baiknya.

Tidak akan pernah rugi orang yang selalu haus ilmu dan betapa akan menyesalnya orang yang melewatkan usianya dalam keadaan miskin ilmu.

Bacalah buku karya para ulama yang telah teruji oleh sejarah. Buku-buku yang berisi ajakan kepada Allah dan Rasul-nya, bangkit menuju kemenangan dan kesuksesan. Tinta-tinta yang dibubuhkan di atas kertas menjelma menjadi sebuah karya untuk mencerahkan alam pikiran.

Dengan ilmu, dapat kita munculkan peradaban Islam yang gemilang. Dengan ilmu, kita rebut kemenangan demi Izzul Islam wal Muslimin. Wallahu A`lam bis Shawab.*

Penulis adalah Guru di Pesantren Darut Tauhid, Kota Malang

hidayatullah.com