Copyright © www.aldakwah.org 2023. All Rights Reserved.

Get Adobe Flash player
Anda dapat membaca Artikel serta kajian yang disediakan oleh kami
Anda dapat mengetahui berita islam terkini baik berita lokal maupun Internasional
Anda dapat mengakses murottal Al-Quran beserta terjemahannya ke berbagai bahasa
Anda dapat mengakses kajian audio yang kami terbitkan
Anda dapat berinfaq serta besedekah melalui perantara kami
Anda dapat memesan produk kami secara online

Menangis Ketika Mendengar Ayat-Ayat Al-Qur`an (Seri Akhlaq 6)

  • Abu Burdah menuturkan bahwasanya Abu Musa RA jika membaca ayat, “Hai manusia!, apakah yang telah memperdaya kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah?” (at-Takwir: 6). Abu Musa pun menjawab, “Kebodohanlah yang memperdaya kami.” Kemudian ia pun menangis. Dan apabila membaca ayat, “Pantaskah kamu mengambil Iblis dan anak cucunya sebagai penolong selain diriKu padahal mereka itu musuh kalian.” Ia pun menangis.[1]
  • Ibnu Abi Mulaikah berkisah, “Suatu ketika aku menemani Ibnu Abbas RA berpergian dari Mekkah ke Madinah, dan dari Madinah ke Mekkah. Dalam perjalan beliau melakukan shalat dua raka’at. Dan bila beristirahat beliau menghidupkan setengah malam dengan shalat. Beliau membaca al-Qur`an dalam shalatnya kalimat perkalimat (tartil), memperbanyak isak tangis. Di antara ayat yang di baca adalah, “Dan datanglah sakaratul Maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.”(QS. Qaaf: 19)
  • Ummu Salamah mengisahkan, “Tatkala kami (aku beserta rombongan yang pertama kali hijrah ke Habsyah) tiba di negeri Habsyah (Ethiopia), kami mendapatkan suaka dan perlakuan yang sangat simpatik dari an-Najasyi (raja Ethiopia). Kami merasa aman dengan Agama kami, beribadah kepada Allah tanpa diusik apalagi diganggu, dan kami juga tak mendengarkan satu pun perkataan yang menyinggung kami. Tatkala orang-orang Quraisy mengutus Abdullah bin Abi Rabi’ah dan ‘Amr bin al-‘Ash dengan membawa hadiah-hadiah yang akan dipersembahkan kepada an-Najasy dan para uskupnya. Maka an-Najasy mengirim utusan untuk menemui para sahabat Rasulullah SAW untuk mengundang mereka menghadap raja. Ketika utusan an-Najasy mendatangi mereka, mereka pun berkumpul. Para sahabat saling bertanya kepada yang lain, “Apa yang akan kalian katakan kepada raja (an-Najasy) jika kalian menghadap kepadanya?,”

Sebagian sahabat menjawab, “Demi Allah, kita akan memberitahukan kepadanya dengan jujur apa-apa yang diajarkan dan diperintahkan kepada kita! Kita tidak peduli siapapun dan bagaimanapun yang akan terjadi!”

Tatkala para sahabat menemui an-Najasy, an-Najasy memanggil para uskupnya, mereka pun membuka lembaran-lembaran kitab mereka, kemudian bertanya kepada para sahabat, “Ajaran apakah gerangan yang menyebabkan kalian meninggalkan kaum kalian, tidak memeluk agamaku dan tidak pula agama-agama yang lain?”

Tampillah Ja’far bin Abi Thalib ke depan dan berkata, “Wahai Raja!, Kami dahulu adalah orang-orang bodoh (jahiliyah), menyembah patung-patung, memakan bangkai, melakukan perzinaan, memutuskan silaturrahmi, berlaku buruk terhadap tetangga, orang-orang yang kuat menindas orang-orang yang lemah, dan kami semua berada dalam keadaan yang demikian sampai Allah mengutus Rasul-Nya dari kaum kami. Kami mengenal nasabnya, kejujurannya, keamanahan, dan kesucian dirinya. Dia pun menyeru kami untuk mentauhidkan Allah, beribadah kepada-Nya, dan melepaskan diri dari sesembahan-sesembahan yang kami dan bapak-bapak telah menyembahnya berupa bebatuan dan pepohonan.

Dia memerintahkan kepada kami untuk jujur dalam bertutur kata, menyampaikan dan menjaga amanah, menyambung silaturrahmi, berbuat baik terhadap tetangga, mencegah dari perbuatan-perbuatan haram dan pertumpahan darah.

Dia melarang kami melakukan perbuatan keji, berdusta, memakan harta anak yatim, menuduh berzina wanita yang menjaga kesucian dirinya.

Dia juga memerintahkan kami untuk senantiasa beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Kemudian kami pun mengharamkan apa-apa yang diharamkan atas kami, dan menghalalkan apa-apa yang dihalalkan untuk kami. Atas dasar inilah kaum kami memusuhi, menyiksa, dan menghalang-halangi kami dari Agama kami agar kembali kepada menyembah patung-patung dan meninggalkan peribadatan kepada Allah, dan supaya kami kembali menghalakan semua perbuatan keji yang dulu kami halalkan.

Maka tatkala mereka meneror, menzalimi, mempersempit ruang gerak kami dan menghalang-halangi kami dari Agama kami, kami keluar menuju negerimu. Engkau adalah orang yang kami pilih, kami senang berada di bawah perlindunganmu, dan kami berharap agar kami tidak didzalimi di sisimu.”

Maka berkatalah an-Najasy, “Adakah bersama kalian suatu bukti dari sisi Allah?”

Ja’far pun manjawab, “Ya ada.” Lalu an-Najasy meminta ja’far membacanya. Kemudian ja’far membaca permulaan surat Maryam, ketika mendengar surat tersebut dibacakan menangislah an-Najasy sehingga jenggotnya pun terlinangi air mata, dan para uskupnya pun ikut menangis sehingga lembaran-lembaran yang mereka buka tadi basah oleh kucuran air mata.

Kemudian an-Najasy pun berkata, “Sesungguhnya apa yang kalian bawa ini dan yang dibawa oleh Isa AS adalah ajaran yang berasal dari satu cahaya.”[2]

  • Abdullah bin Ubaid bin Umair berkata, ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahwa suatu ketika dia (ayahnya) duduk di sebelah Ibnu Umar dan membaca ayat, “Maka bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat, dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (umatmu).” (an-Nisa`: 41). Kemudian Ibnu Umar menangis sehingga jenggot dan belahan bajunya basah oleh air mata. kemudian ada seorang laki-laki yang ingin berkata kepada Ayahku, “Berhentilah, kamu telah membuat sedih hati Ibnu Umar.”
  • Adz-Dzahabi ketika menulis biografi Suhail bin ‘Amr RA berkata, “Suhail adalah sahabat yang banyak melakukan shalat, puasa, dan sedekah. Suatu ketika dia keluar berperang bersama jama’ahnya menuju Syam. Dalam perjalanan dan peperang itu dia berpuasa dan melakukan tahajjud, sehingga roman mukanya pucat pasi, dan dia juga sering menangis jika mendengar bacaan al-Qur`an.”
  • Muhammad bin Abi al-Harits ats-Tsaqofiy menuturkan bahwa ia pernah melihat Umar bin Abdul Aziz mengangkat kepalanya dari sujud, lalu duduk di antara dua sujud selama selesainya bacaan dua puluh ayat, kemudian dia sujud lagi, dan tatkala dia mengangkat kepalanya dari sujud aku melihat air mata membasahi pipinya. Muhammad ditanya, “Apakah hal itu terjadi pada shalat sunnat?” Ia menjawab, “Iya benar, dan pada saat itu ia (Umar bin Abdul Aziz) sedang berada di Mekkah.”
  • Al-Hasan al-Bashri pernah diberitahukan bahwa di tempatnya ada suatu kaum yang apabila mereka mendengar al-Qur`an mereka menangis, dan suara tangisannya melengking. Al-Hasan pun menjawab, “Keadaan mereka masih seperti itu, menangis ketika mengingat Allah dan membaca al-Qur`an.”
  • Muhammad bin Abdullah al-Qurasy berkata, “Terkadang aku shalat di sebelah Ismail bin Dawud, ia menangis sampai-sampai aku bisa mendengar tetesan air matanya yang jatuh membasahi kerikil yang ada di masjid.”
  • Salah seorang dari kerabat Muhammad bin Sirin menceritakan bahwa ia pernah melihat Muslim bin Yasar mengangkat kepalanya dari sujud di masjid jami’, dan ia melihat di tempat sujud Muslim seperti telah disirami air karena begitu banyaknya air matanya yang tertumpah.
  • Abu Zur’ah berkata, “Abu Nadhar Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepadaku bahwa dirinya pernah mendengar jatuhnya air mata Sa’id bin al-Aziz di atas lantai masjid.”
  • Abdurrahman bin Sa’id bertanya kepada Sa’id bin al-Aziz, “Tangisan karena apakah yang mendatangi kamu dalam shalatmu?” Sa’id menjawab, “Wahai anak saudaraku!, Apa maksud dari pertanyaanmu?” Aku menjawab, “Semoga saja itu bermanfaat bagiku.” Ia berkata, “Di dalam shalatku, aku menggambarkan diriku sedang berada dalam neraka.”
  • Muhammad bin al-Mubarak ash-Shuri menuturkan bahwasanya Sa’id apabila ketinggalan shalat berjama’ah ia menangis.
  • Khalid bin Hausyab memberitakan bahwa Ibrahim at-Taimiy pernah berkata kepadanya, “Setiap kali aku membaca ayat ini, “Dan mereka dihalangi dari sesuatu yang mereka inginkan.” (Saba`: 54), aku mengingat sejuknya minuman di surga.”
  • Abdullah bin Rabah menuturkan bahwasanya Shafwan bin Mihraz ketika membaca ayat, “Dan orang-orang yang berbuat aniaya kelak akan mengetahui dimanakah tempat mereka akan dikembalikan.” (asy-Syua’ara’: 227).  Ia pasti menangis, sampai-sampai aku melihat dadanya seakan mau pecah.
  • Al-‘Amasy menuturkan bahwa Ibrahim at-Taimiy berkata kepadanya, “Aku telah berjumpa di masjid ini dengan enam puluh sahabat Abdullah bin Mas’ud, dan yang termuda adalah al-Harits bin Suwaid. Aku mendengar ia membaca surat al-Zilzalah, ketika sampai pada ayat, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat biji dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya.” Menangislah ia seraya berkata, “Ini adalah perhitungan yang sangat teliti.”[3]
  • Khalaf bin al-Walid menuturkan bahwasanya Shalih al-Mirri apabila hendak bercerita dia minta diambilkan al-Qur`an kemudian ia membacanya terlebih dahulu, berdoa, dan menangis.”
  • Al-‘Amasy bercerita, “Suatu hari Abu Shalih mengimami kami, suara bacaan al-Qur`annya tidak terdengar karena isak tangisannya.”
  • Hammad bercerita, “Suatu malam pada saat shalat malam Tsabit al-Bunnani membaca, “Apakah engkau ingkar kepada Dzat yang menciptakan kamu dari segumpal tanah.” (al-Kahfi: 37). Ia pun menangis dan terus-menerus membaca ayat tersebut.”[4]
  • Al-Fadhl bin Isa ar-Raqqasy berkata, “Para ahli ibadah tidak akan merasakan nikmatnya beribadah dan jiwanya tidak akan terlenakan oleh sesuatu apa pun, kecuali dengan keindahan bacaan al-Qur`an.” Setiap hati yang tidak terlena dengan bagusnya suara bacaan al-Qur`an, maka itulah hati yang sakit.
  • Al-Fadhl berkata lagi, “Mata siapa pun yang tidak menangis ketika mendengar keindahan bacaan al-Qur`an, maka itulah mata yang lalai dan sia-sia.”
  • Abu Ma’syar berkata: “Tukang cerita Umar bin Abdul Aziz, yang bernama Muhammad bin Qais al-Madani, apabila ia hendak membuat teman-temannya menangis, ia membaca beberapa ayat sebelum mulai bercerita, dan ia terkenal paling merdu suaranya. Dan ketika ia membaca ayat al-Qur`an ia menangis dan membuat teman-temannya menangis. Kemudian ia mulai bercerita.
  • Ibnu Abi Dzi`ib bercerita, “Aku pernah dikabari oleh seseorang yang pernah menyaksikan Umar bin Abdul Aziz ketika masih menjabat sebagai gubernur Madinah, di sisinya ada seorang laki-laki yang membaca ayat, “Dan apabila mereka dilemparkan dengan dibelenggu ke tempat yang sempit di neraka itu, mereka mengharapkan kebinasaan.” (al-Furqan: 13) menangislah Umar dan suara tangisnya semakin melengking dan akhirnya ia bangkit dari tempat duduknya dan masuk ke dalam rumahnya, dan orang-orang pun membubarkan diri.”
  • Mu’tamar bin Sulaiman mengisahkan bahwasanya sang Ayah shalat shubuh bersama para jama’ah termasuk dirinya. Dalam shalat tersebut sang ayah membaca surat Qaaf, dan tatkala sampai pada ayat, “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.” Air matanya pun mengalahkan suara bacaannya dan akhirnya dia pun ruku’ karena tak mampu meneruskan bacaannya.
  • Sufyan menuturkan bahwasanya Thalaq bin Hubaib apabila membaca al-Qur`an ia menangis dan membuat orang lain menangis. Setiap orang yang mendengarkan bacaannya pasti akan menangis disebabkan begitu syahdu hatinya dan begitu merdu suaranya. Ibunya pun berkata kepadanya, “Wahai anakku!, betapa indahnya suaramu ketika membaca al-Qur`an, semoga saja hal itu tidak menjadi bumerang bagimu pada hari kiamat!” Mendengar perkataan ibunya menangislah Thalaq hingga tak sadarkan diri.
  • Nusair Maula ar-Rabî’ bin Khutsaim menuturkan, “Pada suatu malam ar-Rabî’ shalat. Tatkala ia sampai pada ayat, “Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan kehidupan dan kematian mereka sama seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.” (al-Jatsiyah: 21), ia terus-menerus mengulang ayat tersebut hingga shubuh menjelang.”
  • Abu Razîn mengisahkan bahwasanya ar-Rabî’ bin Khutsaim membaca, “Dan jika (kamu terhindar dari kematian) kamu tidak juga mengecap kesenangan kecuali sebentar saja.” (al-Ahzab: 16). Ar-Rabî’ berkata, “Kata ‘sebentar’ dalam ayat di atas adalah jarak antara ruh mereka dengan kematian.”
  • Seorang laki-laki membacakan surat ath-Thur di sisi Umar bin Abdul Aziz. Tatkala sampai pada ayat, “Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka.” Menangislah Umar dan tangisannya semakin menajadi-jadi.
  • Umar bin Abi Sulaiman al-Hudzali bercerita bahwa telah sampai kepadanya suatu riwayat bahwasanya pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz membaca ayat, “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari al-Qur`an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya.” (Yunus: 61) lalu menangislah Umar dengan sangat keras. Ia berkata kepada anaknya Abdul Malik, “Ayahmu ini sangat ingin sekali tidak mengenal dunia dan dunia tidak mengenal dirinya. Demi Allah, wahai anakku!, aku sangat takut sekali menjadi penghuni neraka.”
  • Muhammad bin Abdul Aziz bin Salman menuturkan bahwa seorang laki-laki yang berada di sisi ayahnya membaca surat ath-Thur, dan ketika sampai pada ayat, “Sesungguhnya siksaan dari Rabbmu akan benar-benar terjadi. Dan tak seorang pun yang dapat menangkalnya.”. kemudian orang-orang yang ada di situ menangis, sehingga aku tidak lagi dapat mendengar bacaan al-Qur`an qari` tersebut.
  • Muqatil bin Hayyan berkata, “Aku shalat di belakang Umar bin Abdul Aziz. Dalam shalat tersebut Umar membaca, “Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya.” (ash-Shaffat: 24) ia terus mengulang-ulang bacaannya sehingga ia tak sempat melanjutkan bacaannya akibat tangisan yang tidak tertahankan.”
  • Abdul A’la bin Abi Abdillah al-‘Anzi bercerita bahwa ia pernah melihat Umar bin Abdul Aziz keluar pada hari jum’at mengenakan baju kehitam-hitaman dan di belakangnya turut serta laki-laki Ethiopia, tatkala Umar sampai di masjid laki-laki Ethiopia tadi mundur. Setiap kali Umar bin Abdul Aziz melewati dua laki-laki ia berkata, “Seperti inilah cara yang benar, Semoga kalian mendapatkan rahmat.” Sampai ia naik ke atas mimbar untuk berkhutbah. Dalam khutbahnya dia membaca, “Apabila matahari digulung,” ia berkata, “Kenapa matahari itu digulung?,” “dan apabila bintang-bintang berjatuhan.” Sampai ia tiba pada ayat, “dan apabila neraka jahim dinyalakan, dan apabila surga didekatkan,” menangislah Umar, dan menangis pula jama’ah yang ada di masjid, dan masjid pun bergema oleh suara tangisan.
  • Abu Sulaiman ad-Darani berkata, “Tak seorang pun yang aku dapati ketakutan dan kekhusyu’annya terlihat jelas di wajahnya melainkan seorang yang bernama al-Hasan bin Shalih. Ia shalat malam dengan membaca surat an-Naba` dan di tengah shalatnya ia tak sadarkan diri hingga fajar menjelang.”
  • Muhammad bin al-Fadl berkata, “Aku mendengar dari salah seorang yang menceritakan keadaan Muhammad bin al-Munkadir. Ia menyebutkan bahwa pada suatu malam Ibnu al-Munkadir shalat dan menangis, bahkan tangisannya semakin menjadi-jadi sehingga mengejutkan keluarganya. Keluarganya pun bertanya kepadanya mengapa hal itu bisa terjadi. Namun pertanyaan mereka tidak begitu jelas didengar Ibnu al-Munkadir, bahkan tangisannya semakin berkepanjangan. Maka keluarganya mengutus seseorang kepada Abu Hâzim. Abu Hâzim pun menemui Ibnu al-Munkndir dan menanyakan penyebab tangisannya. Ibnu al-Munkadir pun menjawab, “Aku melewati suatu ayat.” Abu Hâzim bertanya, “Ayat apakah itu?!” Ibnu al-Munkadir menjawab, “Ayat itu adalah, “Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.” Mendengar ayat ini Abu Hâzim pun ikut menangis dan Muhammad ibn al-Munkadir pun menangis lagi. Melihat kejadian ini keluarganya berkata, “Wahai Abu Hâzim! Kami datangkan kamu ke sini untuk meredakan tangisannya, tetapi engkau malah menambah panjang tangisannya.”
  • Al-Qasim bin Abi Ayyub menuturkan bahwa ia pernah mendengar Sa’id bin Jubair mengulang-ulang sebanyak lebih dari dua puluh kali dalam shalatnya ayat yang berbunyi, “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari kamu semua dikembalikan kepada Allah.” (al-Baqarah: 281).
  • Ahmad bin Sahl al-Harawi berkisah, “Aku pernah tinggal bertetangga dengan Bakar bin Quthaibah. Ketika aku hendak keluar setelah waktu Isya’, aku mendapatkan Bakar membaca ayat, “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadi kamu khalifah di muka bumi, maka berilah keputusan perkara di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” (Shâd: 26). Tatkala aku kembali pada waktu sahur, aku mendapati dia membaca ayat yang tadi sambil menangis, maka jelaslah bagiku bahwa dia membaca ayat itu sejak dari permulaan malam.”
  • Abu Bakar bin ‘Iyas bercerita, “Suatu ketika aku shalat maghrib berjama’ah di belakang Fudhail bin ‘Iyadh, dan anaknya Ali berdiri didekatku. Dalam shalat tersebut Fudhail membaca surat at-Takâtsur, dan tatkala sampai pada ayat, “Niscaya kalian akan melihat neraka jahim,” Ali terjatuh dan tak sadarkan diri.”
  • Muhammad bin Nâhiyah bercerita, “Suatu ketika aku shalat shubuh di belakang Fudhail. Dalam shalat ia membaca surat al-Hâqqah. Tatkala sampai pada ayat, “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya.” Ia tak kuasa menahan tangisannya, dan anaknya Ali pingsan pada saat itu juga.”
  • Ibrahim bin Basyar menuturkan, “Ayat yang ketika dibacakan, Ali bin Fudhail wafat adalah, “Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, ‘Kiranya kami dikembalikan (ke dunia),’” (al-‘An’am: 27), dan aku termasuk orang yang menshalati jenazahnya RA.” Imam adz-Dzahabi bercerita tentang Ali dan ayahnya Fudhail, “Keduanya dari kesengsaraan menuju zuhud dan penyucian jiwa. Dan keduanya termasuk dalam daftar orang-orang yang terpercaya.”
  • Suatu ketika Tsabit al-Bunnâni membaca ayat, “Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia akan benar-benar dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? Yaitu api yang disediakan Allah yang dinyalakan, yang membakar sampai ke hati.” Tsabit berkata, “Ya Allah! Engkau membakar mereka sampai ke hati-hatinya, sedangkan mereka hidup! Sungguh luar biasa siksaan mereka.” Kemudian menangislah Tsabit al-Bunnâni.”
  • Tak satu pun ayat yang membuat Imam Ahmad RA menangis seperti menangisnya ketika membaca ayat, “Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan” (at-Taubah: 117).
  • Hafs bin Ghayyâts mengisahkan bahwa Umar bin Dzar pernah membaca, “Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya” (Ibrahim: 11), kemudian menangislah Umar bin Dzar.
  • Khalid bin Shaqr as-Sadusi bercerita bahwa ayahnya merupakan salah satu orang-orang terdekat Sufyan ats-Tsauri. Ia mengisahkan, “Aku meminta izin kepada Sufyan untuk memasuki rumahnya di siang bolong. Istrinya pun mengizinkan aku memasuki rumahnya. Tatkala aku masuk aku dapati Sufyan sedang membaca ayat, “Apakah mereka mengira, Kami tidak mendengar rahasia dan bisik-bisikan mereka.” (az-Zukhruf: 80), Sufyan berkata, “Benar wahai Rabbku! Benar wahai Rabbku!” ia pun menangis dan menengadahkan pandangannya ke langit-langit rumah, dan air matanya pun bercucuran.”
_______________________________________

[1] Diriwayatkan oleh al-Baihaqiy dalam kitab Syu’abul Iman.

[2] Diriwayatkan oleh Ahmad dan dalam redaksinya tercantum, “Sesungguhnya apa yang kalian bawa ini dan apa yang dibawa Musa…”. Al-Baihaqiy dan dalam redaksinya tercantum, “Sesungguhnya apa yang kalian bawa ini dan apa yang dibawa Isa…” perbedaan ini terjadi karena orang-orang nasrani beriman kepada Musa dan Isa AS. Sedangkan orang-orang yang yahudi sebaliknya.

[3] Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah.

[4] Diriwayatkan oleh al-Baihaqiy dalam kitab Syu’abul Iman.