Copyright © www.aldakwah.org 2023. All Rights Reserved.

Get Adobe Flash player
Anda dapat membaca Artikel serta kajian yang disediakan oleh kami
Anda dapat mengetahui berita islam terkini baik berita lokal maupun Internasional
Anda dapat mengakses murottal Al-Quran beserta terjemahannya ke berbagai bahasa
Anda dapat mengakses kajian audio yang kami terbitkan
Anda dapat berinfaq serta besedekah melalui perantara kami
Anda dapat memesan produk kami secara online

Fatwa - Fatwa tentang Puasa (Bagian 6)

Bagaimana hukumnya bersiwak dan memakai minyak wangi bagi orang yang berpuasa?

Jawaban:

Pendapat yang benar bahwasannya bersiwak bagi orang yang berpuasa hukumnya sunnah baik diawal hari maupun diakhir hari, karena keumuman hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Siwak dapat membersihkan mulut dan mendapat keridhoan Allah Ta’ala[1]

kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ  - متفق عليه

“Sekiranya tidak memberatkan umatku, niscaya aku akan memerintahkan mereka bersiwak setiap kali hendak sholat” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Sedangkan minyak wangi juga dibolehkan bagi orang ynag berpuasa baik disiang hari maupun malam hari, baik minyak wangi tersebut berupa kayu gaharu, minyak wangi semprot, dan selainnya.

Hayna saja tidak diperbolehkan untuk menghirup  asap kayu gaharu, karena asap kayu gaharu mempunyai unsur  tertentu yang bisa disaksikan dan jika dihirup asap kayu gaharu tersebut akan masuk kedalam hidung kemudian kedalam perut.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada Al-Qaith bin Shabrah:

“Sempurnakanlah dalam membersihkan hidung kecuali jika kamu berpuasa” (HR. Abu Dawud)

Syaikh Muhammad Ibnu Utsaimin, Fatawa Arakanul Islam, Ash-Shiyam:20

 

26. Pertanyaan:

Seseorang berniat ingin membatalkan puasanya, tetapi dia tidak makan dan minum.

Apakah hal tersebut dapat membatalkan puasanya?

Jawaban:

Kita ketahui bahwa puasa merupakan perpaduan antara niat dan meninggalkan, oleh karena itu seseorang berniat puasa hendaknya dia mendekatkan diri kepada Allah dengan meninggalkan hal-hal yang dapat meninggalkannya.

Jika dia berniat untuk membatalkan puasanya maka hendaknya dia membatalkannya, akan tetapi jika dibulan ramadhan dia wajib menahan puasanya dari makan dan minum hingga matahari tenggelam, karena setiap orang yang membatalkan puasanya dibulan ramadhan tanpa udzur atau alasan yang syar’i maka dia harus menahan dirinya dan mengganti puasanya jika dia telah membatalkannya.

Adapun jika dia belum berniat tetapi masih ragu-ragu, maka hal ini terjadi perbedaan dianatara para ulama, diantaranya mereka ada yang berpendapat: “Sesungguhnya puasanya batal karena dengan keragu-raguannya dapat menghilangkan niat”.

Diantara mereka berpendapat: “Hal tersebut tidak membatalkan puasa karena hukum asalnya adalah ketetapan niatnya sampai dia berniat membatalkan dan menghilangkan niatnya”.

Inilah pendapat yang kuat menurut saya. Wallahu Ta’ala A’alam

Syaikh Muhammad Ibnu Utsaimin, Fatawa Arakanul Islam, Ash-Shiyam:18

 

27. Pertanyaan:

Bolehkah seorang wanita yang menyusui tidak berpuasa?

Kapan dia harus mengganti puasanya?

Dan haruskah dia memberi makan orang miskin?

Jawaban:

Seorang ibu yang menyusui berpuasa jika dia mengkhawatirkan anaknya dengan ini akan mengurangi kandungan air susunya dan membahayakan anaknya, maka hal ini boleh baginya berbuka puasa tetapi dia harus mengganti puasanya, karena dalam keadaan tersebut sama dengan halnya seperti orang sakit. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:   

وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Dan barangsiapa sakit atau dalam keadaan perjalanan jauh (kemudian dia berbuka) maka wajib baginya untuk mengganti puasanya dihari-hari yang lain, Allah menginginkan bagimu kemudahan dan Allah tidak mengiginkan bagimu kesusahan”[2]

Jika halangan tersebut sudah selesai maka dia harus mengganti puasanya baik dimusim dingin karena waktunya pendek dan udaranya dingin atau jika dia tidak mampu untuk mengganti puasanya dimusim dingin, maka dia boleh mengganti puasanya ditahun yang akan datang.

Adapun mengganti puasanya dengan memberi makan orang miskin, tidak boleh dia lakukan kecuali jika halangan atau udzur tersebut datang terus menerus kemudian tidak bisa hilang.

Maka dalam keadaan seperti ini dia boleh memberi makan orang miskin sebagai pengganti puasanya.

Syaikh Muhammad Ibnu Utsaimin, Fatawa Arakanul Islam, Ash-Shiyam:15

28. Pertanyaan:

Apakah mastrubasi atau onani dapat membatalkan puasa?

Apakah dia wajib membayar kifarat atau tebusan?

Jawaban:

Jika seseorang melakukan mastrubasi atau onani hingga keluar air maninya, maka puasanya batal dan dia wajib mengganti puasanya dihari yang lain.

Akan tetapi tidak wajib baginya membayar kifarat atau tebusan, karena kifarat tidak diwajibkan membayar kecuali kepada orang (sepasang suami istri) yang bersetubuh.

Namun dia harus bertaubat atas apa yang telah dia lakukan.

 Syaikh Muhammad Ibnu Utsaimin, Fatawa Arakanul Islam, Ash-Shiyam:29