Copyright © www.aldakwah.org 2023. All Rights Reserved.

Get Adobe Flash player
Anda dapat membaca Artikel serta kajian yang disediakan oleh kami
Anda dapat mengetahui berita islam terkini baik berita lokal maupun Internasional
Anda dapat mengakses murottal Al-Quran beserta terjemahannya ke berbagai bahasa
Anda dapat mengakses kajian audio yang kami terbitkan
Anda dapat berinfaq serta besedekah melalui perantara kami
Anda dapat memesan produk kami secara online

Banjir Air Mata Tatkala Mendengar Nasihat (Seri Akhlaq 3)

  • Abu Dzar al-Ghifari RA berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya aku melihat sesuatu yang tidak kalian lihat, mendengar sesuatu yang tidak kalian dengar. Langit itu bergemuruh dan memang pantas untuk bergemuruh, tidak ada tempat seukuran empat jari di langit melainkan terdapat malaikat yang sujud kepada Allah Ta’ala. Demi Allah seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit ketawa, tidak akan bersenang-senang bersama istri di atas peraduan, keluar ke tempat-tempat yang tinggi untuk berdoa kepada Allah Ta’ala.[1]
    • Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, ia berkata: “Rasulullah SAW berkhutbah kepada kami dengan khutbah yang belum pernah aku dengar seperti itu sebelumnya, beliau berkata, “Kalau sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit ketawa dan banyak menangis.” Lantas para sahabat Rasulullah SAW menutup wajah mereka dan menangis terisak-isak.[2] Dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa Ketika sampai kepada Rasulullah sesuatu dari pada sahabatnya, beliau bersabda, “Surga dan Neraka telah diperlihatkan kepadaku, maka aku tidak pernah melihat (mengetahui) kebaikan dan keburukan seperti pada hari ini. Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit ketawa dan banyak menangis.” Sungguh berita yang dibawa Rasulullah pada hari itu sangat menyentuh hati para sahabat, sehingga mereka menundukkan kepala mereka dan menangis tersedu-sedu. Seorang sahabat Irbadh bin Sariyah pernah bercerita bahwasanya suatu hari Rasulullah SAW memberikan nasihat yang amat berharga kepada para sahabatnya. Nasihat yang menggetarkan hati, menderaikan air mata, lalu kami berkata, “Wahai Rasulullah seakan-akan ini adalah kata-kata perpisahan, maka berwasiatlah kepada kami?” Beliau pun berwasiat, “Aku mewasiatkan kepada kalian agar senantiasa takut kepada Allah, mendengar dan taat kepada pemimpin, meskipun kalian dipimpin oleh budak Habsyi (Etiophia/hitam). Ketahuilah barang siapa yang hidup setelah kalian, niscaya dia akan mendapatkan banyak perselisihan. Maka tatkala hal itu terjadi berpegang teguhlah kalian kepada sunnahku, dan sunnah para Khulafa ar-Rasyidin sepeninggalku, gigitlah ia dengan gigi gerahammu. Jauhilah perkara-perkara yang baru (dalam agama), karena semua perkara yang baru dalam agama itu menyesatkan.[3]
  • Anas bin Malik RA berkisah bahwa suatu ketika di saat matahari berada di atas ubun-ubun (waktu dzuhur), Rasulullah SAW keluar dan azan dikumandangkan. Rasulullah SAW pun shalat bersama para sahabatnya. Selesai shalat beliau memberikan tausiah kepada sahabat, beliau berkata, “Ketahuilah sebelum kiamat itu datang akan terjadi perkara yang sangat dahsyat! Maka para sahabat banyak  menangis.[4]
  • Tsabit bin Qais RA bercerita bahwa suatu hari dia berada di sisi Rasulullah SAW, dan beliau membaca ayat, “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berjalan dengan congkak.” (Luqman: 18) lantas beliau menyebutkan kesombongan dan beliau membesar-besarkan perkara tersebut (maksudnya menunjukkan betapa seriusnya dosa kesombongan), Tsabit bin Qais pun menangis. Rasulullah SAW bertanya, “Apakah gerangan yang menyebabkan kamu menangis?” Tsabit menjawab, “Wahai utusan Allah, saya adalah orang yang sangat memperhatikan penampilan, sampai-sampai aku sangat terkagum-kagum dengan bagusnya sandalku.” Beliau berkata, “Kamu termasuk penghuni surga. Ketahuilah, bukanlah suatu kesombongan apabila engkau memperbagus kendaraan (kuda, unta dll) serta pelananya,. Akan tetapi kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan melecehkan manusia.[5]
  • Bakar bin Abdillah al-Muzani pernah menceritakan bahwa suatu ketika Abu Musa al-‘Asy’ari RA berkhutbah di hadapan manusia di daerah Bashra (kota di Irak). Dalam khutbahnya ia menyebut tentang neraka, lantas ia pun menangis sehingga air matanya jatuh bercucuran di atas mimbar, dan orang-orang yang hadir pun ikut menangis sehingga saat itu suara tangisan terdengar bergemuruh.
  • Yahya bin Hani` al-Mu’afiri mengutarakan bahwa Abdullah bin Amr bin al-Ash RA berkata, “Seandainya seorang penghuni neraka dikirim (dimunculkan) ke bumi, niscaya penduduk bumi akan binasa karena tak tahan melihat rupanya sangat amat buruk dan baunya yang sangat busuk.” Kemudian Abdullah pun menangis sejadi-jadinya.
  • ‘Abbad bin Manshur menuturkan bahwa dirinya pernah mendengar Adi bin Arthâh -salah seorang pegawai Umar bin Abdil Aziz- berkhutbah di salah satu masjid di al-Madain. Mulailah ia memberi wejangan-wejangan sampai ia menangis dan membuat orang turut menangis. Ia berkata, “Wahai manusia! Jadilah kalian seperti orang tua yang berkata kepada anaknya, “Wahai anakku!, aku berwasiat kepadamu agar jangan sampai kamu shalat, kecuali kamu menyangka bahwa itu adalah shalatmu yang terakhir (supaya membuatmu khusyu’). Dan marilah wahai anakku!, kita beramal dengan amalan dua orang laki-laki yang seolah-olah mereka telah dilemparkan ke api neraka dan meminta untuk dikembalikan ke dunia, dan tentunya mereka akan beramal dengan segenap kesungguhan dan ketekunan.”
  • Abdullah bin Raja` al-Ghazâni berkata, “Aku dikabari oleh orang yang melihat Umar bin Abdul Aziz menangis di atas mimbar, sampai tidak bisa berbicara karena tangisannya yang begitu berat.”
  • ã Jisr bin Farqad al-Qushabi bercerita, “Aku melihat Umar bin Abdul Aziz di Khanashirah (termasuk wilayah Halab), ia naik ke atas mimbar dengan air mata yang membasahi jenggotnya, kemudian dia berkhutbah, ‘Wahai sekalian manusia!, kalian tiada diciptakan dalam keadaan sia-sia dan tiada pula dibiarkan tanpa pertanggung jawaban. Ketahuilah sesungguhnya kalian memiliki janji (waktu yang ditentukan), dimana Allah Ta’ala akan turun untuk mengadili, dan memutuskan perkara di antara kalian. Demi Allah sungguh merugi dan celaka, orang yang keluar dari rahmat Allah yang meliputi segala sesuatu, orang yang diharamkan atasnya surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Tidakkah kalian saksikan keburukan orang-orang yang telah binasa, dan orang-orang yang akan menggantikan kalian, sampai Allah mengganti mereka dengan para pewaris terbaik. Setiap hari kalian mengiringi jenazah baik diwaktu pagi maupun sore, ia telah menghembuskan nafasnya yang terakhir, ajalnya telah datang, kemudian kalian meninggalkannya di perut bumi tanpa alas (kasur atau tikar) maupun sandaran (bantal). Dia telah meninggalkan para kekasih, melepaskan harta kekayaan, menetapi tanah yang gelap sementara hisab menantinya, tergadai dengan amalan-amalannya, tidak membutuhkan apa yang ditinggalkannya, namun sangat membutuhkan apa-apa yang telah ia persembahkan (amal ibadah yang ia lakukan).’ Kemudian Umar bin Abdul Aziz melanjutkan khutbahnya, ‘Demi Allah! aku tidak bermaksud mengatakan hal di atas (untuk menakut-nakuti kalian)! Karena sesungguhnya aku tidak melihat dosa-dosa kalian lebih berat dan lebih banyak dari pada dosa-dosaku sendiri. Maka aku meminta ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya. Tiadalah salah seorang di antara kalian menyampaikan hajatnya kepadaku, kecuali aku penuhi kebutuhannya . Siapa saja di antara kalian yang tidak mendapatkan pemberianku (karena terbatasnya harta yang ada padaku), maka sungguh aku berharap agar hal itu (kemiskinan) dimulai dariku dan keluargaku (sebelum orang lain miskin), sehingga kehidupannya dan kehidupan kami tiada berbeda. Demi Allah! Kalau sekiranya aku menginginkan hal lain seperti kemewahan, dan kemakmuran hidup, niscaya lisanku akan menghina diriku, namun Allah telah menurunkan kitab-Nya yang memerintahkan agar aku taat kepada-Nya, dan melarangku berbuat maksiat kepada-Nya.” Kemudian dia mengangkat ujung pakaiannya dan menutupi wajahnya, lalu menangis dan orang-orang di sekitarnya juga ikut menangis. Akhirnya ia menutup khutbahnya dengan meminta taufik dan hidayah kepada Allah, serta senantiasa beramal dengan amalan-amalan yang Dia cintai dan ridhai. Farqad berkata:  “Setelah ia turun dari mimbar, sungguh aku masih melihatnya dalam keadaan seperti semula ketika naik mimbar, yaitu masih menangis tersedu-sedu.”
  • Suatu ketika seorang laki-laki mendampingi Muhammad bin Ka’ab al-Quradzi mendatangi Umar bin Abdul Aziz, lelaki itu berkata, “Di antara nasihat yang diberikan oleh Umar kepada kami ialah tatkala dia berkata kepada Muhammad, “Wahai Abu Hamzah!, apakah sikap zuhud (rela dengan yang sedikit dari kenikmatan dunia) serta hanya memikirkan ibadah tidak mengganggu hidup saudaramu Busr bin Sa’id –salah seorang ahli ibadah di Madinah-?” Orang itu berkata, “Lantas Umar menangis sangat keras sekali, sehingga tatkala tangisnya terhenti, ia pun berkata, “Perhatikanlah Demi Allah!, Jika Busr telah bersabar dalam kemiskinan dan beribadah, berarti ia telah bersabar dalam (mendapatkan) ilmu!”
  • Abu Bakar al-Hudzali bercerita bahwa dirinya telah melihat al-Hajjâj berkhutbah di atas mimbar, ia mendengar al-Hajjâj mengatakan, “Wahai sekalian manusia!, Ketahuilah bahwa kelak kalian semua akan berdiri di hadapan Allah untuk mempertanggungjawabkan perbuatan kalian! Karena itu hendaknya setiap jiwa bertakwa dan memikirkan apa yang akan terjadi setelah peristiwa itu. Itulah tempat berkumpul yang sangat merugikan orang-orang yang berbuat bathil, mengacaukan pikiran orang-orang yang berakal, dan kepada Allah-lah semua perkara dikembalikan agar setiap jiwa mendapatkan balasan yang setimpal dengan perbuatannya. Sesungguhnya Perhitungan Allah itu sangat cepat. Songsonglah ajal dengan amalan-amalan kebajikan sebelum angan-angan kosong menenggelamkan kalian.” Kemudian ia menangis di atas mimbar. dan aku melihat jenggotnya berlinang air mata.”
  • Abu Sa’d al-Baqqâl berkisah, “Suatu ketika al-Hajjaj berkhutbah di hadapan kami. Ia berkata, ‘Wahai anak Adam!, Ketahuilah bahwa pada hari ini engkau menyantap makanan, dan besok kalian akan disantap, kemudian dia membaca firman Allah, “Setiap jiwa pasti akan mengalami kematian.” Kemudian dia menangis. Sampai-sampai sorbannya ikut dilinangi air mata.”
  • Dari Abdullah bin Ubaid bin Umair, bahwasanya ayahnya bercerita kepada Ibnu Zubair dan Ibnu Umar yang duduk bersebelahan dengannya. Dalam ceritanya ia membaca firman Allah, “(Mereka orang-orang Musyrik berkata) Kalau sekiranya bumi menelan mereka dan mereka tidak bisa menyembunyikan satu kejadian pun di hadapan Allah.” (an-Nisa’: 42) Ibnu Umar pun menangis ketika mendengar ayat ini, sampai-sampai belahan baju dan jenggotnya RA basah oleh air mata.
  • Syihab bin ‘Abbad menuturkan bahwa Zirra bin Hubaisy menulis surat yang berisi nasihat kepada Abdul Malik bin Marwan. Di akhir surat itu tertulis, “Jangan sampai umur yang panjang melenakan engkau wahai Amirul Mukminin. Kesehatan yang tampak pada dirimu, hanya engkaulah yang tahu.

Renungkanlah apa yang dikatakan oleh para pendahulu kita, “

Jika seorang laki-laki beranak-pinak,

Tubuh pun mulai renta

Penyakit mulai menggerogotinya

Itulah tanaman yang waktu panennya telah dekat”

Tatkala Abdul Malik membaca surat tersebut, ia menangis sehingga ujung pakaiannya menjadi basah. Ia pun berkata, “Zirr telah berkata benar, seandainya ia menulis selain syair di atas, tentu kami tidak akan sesedih ini .”

  • Tukang cerita Umar bin Abdul Aziz yang bernama Muhammad bin Qais mengisahkan, “Pada suatu hari, setelah shalat dzuhur Umar berkata, ‘Wahai Abu Ibrahim!, ceritakan kami tentang kenikmatan surga dan dahsyatnya neraka!’ Kemudian aku bercerita tentang surga dan neraka. Maka sungguh aku tidak pernah melihat seorang pun di kolong jagat ini yang paling banyak menangis selain dia.”
  • Al-Mubarak bin Fadhâlah menceritakan bahwa suatu ketika Abdullah bin al-Ahtam menemui Umar bin Abdul Aziz yang duduk di atas peraduannya, kemudian dia memuji dan menyanjung Allah dan memulai wejangannya yang sangat panjang. Umar bin Abdul Aziz pun turun dari peraduannya dan tatkala sampai di tanah ia berlutut. Ibnu al-Ahtam pun berkata, “Dan kamu wahai Umar! kamu adalah dari keturunan para raja, dan anak emas dunia yang mereka itu dilahirkan dalam mahligai kenikmatan, disapih dengannya dan tidak mengenal selain kenikmatan.” Mendengar perkataan itu Umar pun menangis dan berkata, “Teruskan, teruskan wahai Ibnu al-Ahtam!, tambah lagi.” Ibnu al-Ahtam pun terus menasihatinya dan Umar pun terus menangis sampai pingsan. Tatkala siuman Umar berkata, “Wahai Ibnu al-Ahtam!, penjelasan tadi merupakan bumerang bagimu. Pendekkanlah khutbahmu!, dan persiapkanlah jawaban di hadapan Allah atas hujjahmu.” Mendengar perkataan Umar, Ibnu al-Ahtam pun menangis dan Umar pun ikut-ikutan menangis dan rumah Umar pun dipenuhi suara tangisan. Pada  zaman Umar bin Abdul Aziz, tidak ditemukan orang menangis sebanyak yang terjadi pada hari itu!
  • Uqaibah bin Fudhâlah ia mengisahkan bahwa suatu ketika dia menghadap ke Sa’id bin Da’laj (kepala keamanan – kepolisian - di daerah Bashra pada zaman al-Manshûr) dan di depannya seorang laki-laki sedang dipukul. Aku pun berkata kepadanya, “Semoga Allah memperbaiki[6] amir (tuan pejabat), izinkan saya berbicara selanjutnya terserah tuan.” Pejabat tersebut mengizinkan Uqaibah untuk berbicara, dan berhenti dari memukul orang tersebut. Ia berkata: “Wahai kamu, katakanlah Apa yang akan kau katakan!.” Aku sebenarnya sangat takut kepadanya, tetapi aku beranikan diri untuk memulai berkata, “Tuanku –semoga Allah memperbaiki tuan- telah sampai kepadaku suatu riwayat, yang berbunyi sesungguhnya pada hari penantian (Mahsyar) kelak otot-otot setiap insan bergetar dan menggigil karena rasa takut akan keburukan yang akan ditimpakan kepadanya oleh seorang penyeru yang menghitung amalan mereka. Orang-orang yang menyombongkan diri, pada saat itu berada di bawah kaki seluruh mahluk.” Mendengar perkataan ini menangislah Sa’id, bahkan tangisannya semakin menjadi-jadi. Kemudian ia memerintahkan salah seorang pengawalnya untuk melepaskan orang yang dipukul tadi. Uqaibah menambahkan bahwa semenjak kejadian itu, setiap kali ia mendatangi Sa’id, Sa’id selalu mendekat di sisinya serta memuliakannya. Suatu ketika tatkala aku menemuinya ia berkata, “Duhai kamu wahai Uqaibah!, Setiap kali aku ingat perkataanmu, pasti aku menangis.” Kemudian Sa’id pun menangis.
  • Suatu hari, salah seorang dari suku al-Azadi menyenandungkan bait syair di sisi Muslim bin Yasar, syair itu berbunyi, “

Tiada pilihan bagi seorang pecinta kecuali menuruti keinginan kekasihnya.

Sesungguhnya seorang pecinta senantiasa tunduk dengan penuh kebajikan.

Mendengar syair tersebut menangislah Muslim bin Yasar.

  • Abu Ja’far adh-Dharir menuturkan bahwasanya Shalih bin Abdul Karim pernah melatunkan kepadanya sebuah syair yang berbunyi, “

Di suatu malam menangislah di hadapan Yang Maha Penyayang orang-orang suka menangis.

Derai air mata semalaman menemani mereka tanpa bosan.

Dataran yang ada di bumi merindukan mereka,

Menaruh kasihan dan menyayangi mereka tatkala mereka bersujud di atasnya.”

Kemudian Shalih mengulang-ulang syair tersebut sampai Ja’far mencucurkan air mata.

  • Ubaidah bin Hisan as-Sinjari menceritakan bahwa suatu hari salah seorang penduduk Azarbaijan menemui Umar bin Abdul Aziz dan berdiri di hadapannya seraya berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Ingatlah dengan melihat tempat berdiriku ini, satu tempat di mana Allah tidak disibukkan oleh sekian banyak mahluk-Nya yang berselisih. Di hari engkau menjumpai-Nya dengan amal yang tidak bisa diandalkan dan jaminan yang tidak bisa membebaskan dari dosa.” Umar pun menangis sangat keras dan berkata, “Celaka, celaka! Ulangilah perkataanmu!” kemudian orang tersebut mengulang-ulang perkataannya, sedangkan Umar menangis dan senggugukan. Umar pun berkata, “Apakah keinginanmu?” laki-laki itu pun menyebutkan keinginannya, dan keinginannya pun dipenuhi.
  • Rayyah bin Ubaid mengisahkan bahwa suatu ketika dia duduk di majlis Umar bin Abdul Aziz. Lalu datanglah seorang laki-laki badui seraya berkata, “Wahai Amirul Mukminin!, saya ada suatu kebutuhan yang mendesak, dan usahaku untuk memenuhinya sudah final. Dan Allah-lah yang akan meminta pertanggungjawabanmu tentang aku kelak pada hari kiamat.” Umar pun berkata, “Celaka!, ulangilah perkataanmu!?” laki-laki badui itu pun mengulangi perkataannya, maka Umar pun menundukkan kepalanya dan air matanya pun bercucuran. Kemudian ia mengangkat kepalanya seraya berkata, “Celaka! Berapa orang yang bersamamu?” Badui itu pun menjawab, “Aku membutuhkan biaya untuk diriku dan ketiga putriku.” Kemudian ia diberikan dari Baitul Mal tiga ratus dinar, dan untuk putri-putrinya seratus dirham. Kemudian ia pun mendapatkan bonus seratus dirham. Umar pun berkata kepadanya, “Seratu dirham ini adalah pemberian dari hartaku, bukan dari harta kaum Muslimin. Pergilah dan pergunakanlah sampai kaum Muslimin mengeluarkan zakatnya dan kamu mendapatkan bagian darinya.”
  • Musa bin Yazid al-Hasani menuturkan bahwa pada suatu hari seorang laki-laki berbicara di majlis Abdullah bin al-Hasan bin Ali. Perkataannya membuat semua yang hadir berlinangan air mata. Tatkala orang-orang yang hadir berpencar dan meninggalkan kediamannya, Abdullah berkata, “Seperti itulah keadaan para pendahulu kita (mengucurkan air mata di saat mendengar nasihat. Pent)”
  • Banyak yang mengisahkan bahwa al-Hajjaj bin Yusuf pernah bekhutbah seraya berkata, “Seorang pria sejati!?, kalian semua adalah laki-laki. Laki-laki yang membungkam dan menundukkan nafsunya. Dengan tali kekang itu ia menyeret nafsunya menuju ketaatan kepada Allah, dan mengekangnya dari kemaksiatan kepada Allah.

Semoga rahmat Allah menaungi laki-laki yang senantiasa mengendalikan nafsunya.

Orang yang senantiasa mencela nafsunya.

Orang yang senantiasa menjadikan nafsu sebagai musuh besarnya.

Orang yang senantiasa menghisab dirinya, sebelum menghisab orang lain.

Orang yang senantiasa memperhatikan timbangan dan perhitungan amalnya.

Orang yang senantiasa menimbang amalan-amalannya.

Orang yang senantiasa memikirkan apakah gerangan isi raportnya di hari kiamat kelak dan bagaimanakah timbangan amalnya.

Orang yang memiliki mata batin dan pelipur lara atas kesusahannya.

Orang yang senantiasa menjaga tali kekang perbuatannya sebagaimana dia menjaga tali kekang ontanya. Jika diarahkan kepada ketaatan kepada Allah ia menurutinya. Namun tatkala diarahkan kepada kemaksiatan ia menahannya.

Orang yang senantiasa melaksanakan perintah Allah.

Orang yang senantiasa sadar dan membenci kemaksiatan dan kemunafikan, serta merindukan apa-apa yang berada di sisi Allah.” Dan tatkala al-Hajjaj terus menerus mengatakan, “orang yang begini, orang yang begitu!,” menangislah Malik bin Dinar.

  • Diriwayatkan dari al-Mughirah bin Muslim, bahwa ayahnya pernah bercerita, “Suatau hari al-Hajjaj menceramahi kami. Dalam ceramahnya ia menyebutkan tentang kuburan. Ia selalu saja mengulang-ulang ucapan, “Kuburan itu adalah rumah kesunyian, rumah kesunyian,” hingga menangis dan membuat orang-orang di sekitarnya menangis.”
_______________________________________

[1]Diriwayatkan oleh at-Turmudzi dan ia menghasankannya, Ibnu Majah. Dan dishahihkan oleh al-Albani.

[2] Muttafaq ‘Alaih.

[3] Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Turmudzi. Turmudzi berkata bahwa ini adalah hadits hasan lagi shahih. Dan syaikh al-Albani menshahihkannya.

[4] Muttafaq Alaih.

[5] Diriwayatkan oleh ath-Thabrani.

[6]  Sebuah do’a yang diucapkan kepada seorang pejabat agar Allah memberikan petunjuk kepadanya untuk menjalankan roda pemerintahan dengan baik. (edit)