Copyright © www.aldakwah.org 2023. All Rights Reserved.

Get Adobe Flash player
Anda dapat membaca Artikel serta kajian yang disediakan oleh kami
Anda dapat mengetahui berita islam terkini baik berita lokal maupun Internasional
Anda dapat mengakses murottal Al-Quran beserta terjemahannya ke berbagai bahasa
Anda dapat mengakses kajian audio yang kami terbitkan
Anda dapat berinfaq serta besedekah melalui perantara kami
Anda dapat memesan produk kami secara online

Syiah Antara Bid’ah Akidah Dan Bid’ah Ibadah

Oleh : Ilham Kadir

HARI-HARI masalah Syiah kembali mengemuka di Indonesia. Secara bahasa Syiah diartikan sebagai ‘kelompok, golongan’ dan pendukung’. Secara istilah, Syiah adalah sebuah sempalan dalam agama Islam yang memiliki rukun Islam dan rukun iman tersendiri. Dianggap sempalan karena Rukun Islam dan Rukun Imannya berbeda.

Di sisi lain, kelompok ini ini dianggap menyimpang setidaknya sikap berlebih-lebihan mereka terhadap sahabat Nabi sementara di sisi lain justru mencela sahabat yang dicintai Nabi bahkan dijamin masuk surga.

Padahal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian generasi sesudahnya, dan sesudahnya lagi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain itu, para Sahabat Nabi adalah orang yang lebih dahulu masuk Islam mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berhijrah dan berperang, serta melindungi beliau. Karena itu para sahabat radhiyallahu ‘anhum lebih mulia daripada orang setelah mereka dari umat ini.

Karena tingginya kedudukan para sahabat pula, Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian mencela sahabatku. Karena demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, kalau salah seorang di antara kalian menafkahkan emas sebesar gunung Uhud, maka nilainya tidak akan mencapai satu mud (segenggam tangan) salah seorang mereka, dan tidak juga separuhnya.” (HR. Bukhari)

Bandingkan dengan Syiah. Ia memperlakukan Fatimah, putri Rasulullah setinggi mungkin, di saat yang sama, ia malah menista istri Nabi, Aisyah r.a., dan menuduhnya sebagai wanita paling hina dan pasti jadi penghuni neraka. Demikian pula Husain, putra dari Ali dan Fatimah r.a., ia sangat dimuliakan para pengikut Syiah, bahkan menjadikan hari kematiannya sebabagi hari ratapan dan kesedihan, setiap 10 Muharram, atau Asyura. Pada saat yang sama, Hasan yang juga tergolong Ahlul Bait karena saudara kandung Husain, sama sekali tidak dihiaraukan dan diperhatikan apalagi dikenang.

Perbedaan mencolok antara ajaran Islam yang tulen dengan ajaran Syiah, terletak pada pondasinya. Yang kita kenal sebagai rukun Islam dan rukun Iman. Perbedaan inilah yang prinsipil, dan perbedaan ini pula yang sebetulnya dapat membawa Syiah sebagai agama tersendiri, millah mustaqillah.

Karena itu, sikap dan perilaku kaum Syiah bisa disebut sebagai “ahli bid’ah”. Di mana pelakunya membuat sesuatu yang baru dalam Islam, baik akidah maupun syariat, lalu dinisbatkan kepada agama dan diklaim sebagai ajaran Islam yang pernah dicontohkan oleh Nabi.

Bid’ah bertingkat-tingkat, yang terbesar adalah bid’ah akidah yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menjadikan mereka masuk dalam kekufuran yang nyata. Contoh kongkrit bid’ah akidah yang bermuara pada kekufuran adalah, para penganut Syiah yang merombak asas ajaran Islam, yaitu rukun Islam dan rukun Imam.

Rukun Islam ada lima: Dua kalimat syahadat; mendirikan shalat; berpuasa di bulan Ramadhan; mengelurkan zakat; dan berhaji ke Baitullah jika mampu.

Sementara rukun Islam dalam Syiah meliputi: Shalat, Puasa, Zakat, Haji, dan, al-Wilayah.

Dalam Islam kita mengenal rukun Iman; Beriman kepada Allah, beriman kepada para malaikat-Nya, kepada kitab-Kitab-Nya, kepada para Rasul, kepada hari kiamat, dan beriman kepada qadha dan qadar.

Sementara dalam Syiah, rukun Iman Syiah; At-Tauhid, an-Nubuwah, Al-Imamah, al-Adlu, danAl-Ma’ad. Bahkan kalimat syahadat penganut agama Syiah pun beda dengan Islam, sebab syahada kaum muslimin hanya terdiri dari dua kakimat, bersaksi bahwa tidak ada sesembahan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, sedang Syiah selain dua kalimat syahadat tersebut ditambah lagi dengan syahadat pada imam mereka yang dua belas itu.

Perbedaan kedua rukun inilai yang membawa Syiah sebagai ajaran dan amalan bid’ah yang nyata.

Dari segi Syaariat, Syiah juga menjadi contoh nyata sebagai pelaku bid’ah syariat yang paling komplit. Mulai dari, mengotak-atik waktu shalat, hingga jumlah rakaat, dan tata caranya. Syiah menggabungkan salat Zuhur dan Asar, Magrib dan Isya. Jadi, mereka hanya shalat tiga waktu saja. Subuh, Zuhur campur Ashar, dan Magrib campur Isya’, cara itu dilakukan baik sebagai mukim, maupun sebagai musafir.

Mereka bahkan tidak merasa sah shalatnya jika tanpa bersujud di atas tanah Karbala. Karena itu, setiap ingin melaksanakan shalat, setiap itu pula tanah Karbala harus disediakan.

Padahal sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim, “Ju’ilat liayal ardhu masjidan wa thahuran” (Dijadikan bumi ini sebagai masjid bagiku, dan tanahnya adalah suci). Dengan hadits Nabi ini, apa bedanya tanah Karbala dengan tanah Makassar atau Surabaya?

Selain itu, kaum Syiah menjadikan Karbala (di Iran) sebagai tanah suci melebihi Haramayn, Makkah dan Madinah. Ini dapat dimaklumi karena agama mereka mengajarkan demikian, dan sudah sepantasnya pula Karbala menjadi tujuan umat Syiah untuk menunaikan Ibadah Haji.

Melawan Bid’ah

Karena itu Syiah adalah ahli bid’ah akidah yang telah mengeluarkan pelakunya dari tuntunan ajaran Islam yang benar, yaitu sesuai dengan apa yang diamalkan dan diajarkan Rasulullah dan para sahabatnya, serta generasi pendahulu umat ini, assalafus-shaleh hadzihil ummah.

Tugas kita semua adalah meluruskan kesalahan mereka, dengan cara-cara yang baik, lembut bersahaja, lagi ilmiah. Bukan dengan kekerasan fisik. Karena bagaimana pun, mereka hanyalah korban penyesatan dari golongan manusia.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, (dalam Al-Fawaid/hal. 51) mengajak segenap kaum muslimin, memiliki kepedulian untuk membela ajaran Islam yang benar, serta bersatu padu, bekerja sama, bukan saja sama bekerja, untuk melawan segenap penyimpangan agama yang telah dilakukan dan terus dipasarkan Syiah.

“Kita harus maju ke depan menjadi kuda jagoan dalam memberantas kesesatan, sebab ‘kuda-kuda jagoan itu ada di bagian depan, sementara kuda pemikul beban itu ada di belakang.”

Sementara Al Imam Ibnu Qutaibah berkata, “Hanyalah kebatilan itu menjadi kuat dengan dia itu didiamkan.” (Dalam Al Ikhtilaf Fil Lafzh).

Ada pun Ibnu Taimiyyah, ia menyatakan, “Setiap kali orang yang tegak dengan cahaya kenabian itu melemah, maka menguatlah kebid’ahan.” (Majmu’ul Fatawa/3/hal. 104).

Muhammad Al-Basyir Al-Ibrahimi menegaskan, “Wajib bagi seorang alim agama ini untuk bersemangat dalam memberikan petunjuk ketika merebaknya kesesatan itu dan bersegera dalam menolong kebenaran ketika dia melihat kebatilan sedang melawannya serta menyerang kebid’ahan, kejelekan serta kerusakan sebelum menjadi kuat dan semakin memuncak, sebelum manusia menjadi terbiasa dengannya dan meresap dalam hati-hati mereka sehingga sulit untuk mencabutnya. Maka wajib atas seorang alim untuk terjun ke tengah-tengah kancah sebagai mujahid, janganlah dia menjadi orang yang tertinggal di belakang dan hanya duduk-duduk saja. Hendaknya juga untuk berbuat sebagaimana yang dilakukan oleh para pengobat pemberi nasehat di tempat-tempat terjangkitnya wabah penyakit untuk menyelamatkan manusia dan untuk menyadarkan orang-orang yang berada dalam kesalahan, bukannya berjalan bersama mereka, tetapi berusaha untuk membubarkan perkumpulan mereka di atas kesalahan tersebut.” (Dalam Al-Atsar/4/110-111).

Al Imam Al-Wadi’ berkata, “Dan kebid’ahan itu muncul jika Ahlus Sunnah tidak melaksanakan penyebaran sunnah Rosulullah–sampai pada ucapannya–maka jika sunnah itu muncul, maka sungguh bid’ah itu akan pergi dari negeri yang di situ terdapat sunnah Rasulullah.” (Dalam Ghorotul Asyrithah/2/hal. 155-156).

Guna meluruskan dan mereduksi para pelaku bid’ah akidah dan ibadah seperti kaum Syiah. Setidaknya ada cara lebih bijak, setidaknya menindak lanjuti pernyataan Wakil Presiden Ri, Muhammad Jusuf Kalla (JK), untuk menjadikan Syiah sebagai agama baru. Dengan itu, akan menjadi garis demarkasi lebih jelas antara Islam dan Syiah yang selama ini berbaur dalam sebuah wadah namun tetap tak dapat disatukan, laksana minyak dan air. Wallahu A’lam!*

Penulis Peserta Kaderisasi 1000 Ulama, Kandidat Doktor Pascasarjana UIKA Bogor

Hidayatullah.com