Copyright © www.aldakwah.org 2023. All Rights Reserved.

Get Adobe Flash player
Anda dapat membaca Artikel serta kajian yang disediakan oleh kami
Anda dapat mengetahui berita islam terkini baik berita lokal maupun Internasional
Anda dapat mengakses murottal Al-Quran beserta terjemahannya ke berbagai bahasa
Anda dapat mengakses kajian audio yang kami terbitkan
Anda dapat berinfaq serta besedekah melalui perantara kami
Anda dapat memesan produk kami secara online

Bahaiyyah Aliran Sesat

oleh:
KH A Cholil Ridwan, Lc
Ketua MUI Pusat, Pengasuh Pesantren Husnayain, Jakarta
Pertanyaan dikirim ke: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Assalamualaikum wr wb. Beberapa waktu lalu ada permintaan supaya Bahai menjadi agama resmi di Indonesia. Bahkan sempat menjadi isu di media massa. Kami sebagai orang awam tidak mengetahui apa itu Bahai. Mohon penjelasannya.


Firman, Jakarta Pusat.

JAWABAN :

Waalaikumsalam warahmatulahi wabarakatuh

Baha’iyyah adalah suatu mazhab yang bersumber dari Syiah Itsna ‘Asyariyyah. Meskipun Prof Dr Muhammad Abu Zahrah memasukkan mazhab/aliran ini ke dalam bukunya, Tarikh al-Mazhahib al-Islamiyyah, namun beliau mengatakan tidak berarti Baha’iyyah merupakan mazhab yang Islami.

Mazhab ini dicetuskan oleh Mirza Ali Al-Syirazi, lelaki kelahiran Iran pada 1152 H/1820 M. Mirza merupakan pengikut mazhab Syiah Itsna ‘Asyariyyah, dan bahkan ia melampaui batas dari mazhab ini. Ia menggabungkan antara mazhab Syiah Itsna ‘Asyariyyah dan beberapa pendapat yang menyimpang dalam mazhab Ismailiyyah serta pemikiran hulul (Tuhan menjelma pada makhluk-Nya) yang dikatakan oleh Saba’iyyah. Dari sini saja sebenarnya sudah diketahui bila mazhab ini membawa ajaran yang menyimpang dari Islam.

Mirza Ali Al-Syirazi mengaku bila dirinyalah yang menyuarakan ilmu Sang Imam (Imam kedua belas yang tersembunyi dalam mazhab Syiah Itsna ‘Asyariyyah, red). Ia mengklaim dirinya merupakan pintu masuk kepada Sang Imam. Ia menyatakan dirinya telah diberi ilmu nurani oleh Sang Imam. Maka, di mata pengikutnya ia menjadi hujah terhadap apa yang dikatakannya, tak ada yang berani membantah pendapatnya dan sempurna sebagaimana layaknya Sang Imam. Ia berhak untuk mendapatkan ketaatan mutlak dari pengikutnya.

Selanjutnya, ia juga melontarkan pemikiran bahwa ia memindahkan ilmu Sang Imam dan mengklaim bahwa dirinyalah al-Mahdi al-Muntazar (imam yang ditunggu-tunggu) itu. Ia mengklaim bahwa Allah menjelma dalam dirinya, bahwa dirinyalah tempat yang dipilih untuk menampakkan diri-Nya kepada makhluk-Nya. Ia mengklaim menjadi jalan bagi munculnya Nabi Isa dan Musa. 

Setelah mengemukakan konsep-konsep keyakinannya secara teoritis, Mirza Ali kemudian mengumumkan konsep akidahnya yang bersifat praktis, seperti:

Pertama, ia tidak mempercayai hari kiamat, adanya surga dan neraka dan adanya pembalasan pahala dan dosa setelah penghitungan amal. Ia menyatakan bahwa apa yang disebut dengan pertemuan Allah di akhirat tidak lain hanyalah isyarat tentang kehidupan spiritual yang baru.

Kedua, ia mengumandangkan bila ia merupakan penjelmaan yang sebenarnya dari semua nabi yang terdahulu. Semua risalah ketuhanan bersatu dalam dirinya. Oleh karena itu, semua ajaran agama bertemu dalam dirinya: Yahudi, Nasrani dan Islam.

Ketiga, kepercayaan terhadap hulul, yaitu Allah menjelma dalam dirinya secara langsung.

Keempat, tidak mengakui risalah Muhammad Saw sebagai risalah terakhir.
Kelima, ia senantiasa menyebutkan kumpulan huruf-huruf dan hitungan angka bagi masing-masing huruf. Berdasarkan totalitas angka dan huruf-huruf itu ia menyatakan berbagai klaim yang ganjil. Misalnya angka 19 ia nilai memiliki kedudukan khusus yang tinggi.

Mirza Ali juga mengganti sejumlah hukum Islam, diantaranya menetapkan bahwa wanita setingkat dengan laki-laki dalam hal warisan dan lainnya dan menyerukan persamaan mutlak antara semua manusia, tanpa membedakan jenis kelamin, agama dan warna kulit, yang secara garis besar hal itu sesuai dengan hakikat keislaman. Semua pikiran-pikiran menyimpang ini ia tulis dalam bukunya “Al-Bayan”.

Menurut Syaikh Muhammad Abu Zahrah, pendapat-pendapat Mirza Ali di atas secara keseluruhan merupakan penyimpangan dari ajaran Islam. Bahkan merupakan pengingkaran terhadap hakikat Islam, menghidupkan pemikiran hulul (penjelmaan Tuhan) dalam diri Ali bin Abi Thalib yang diklaim oleh Abdullah Ibnu Saba’. Hal ini tentu saja membawa pada kekafiran. Oleh karena itu, kata Syaikh Abu Zahrah, pemerintah memberantas aliran ini, memburu Mirza dan pengikutnya serta mengusir mereka dan menghukum mati Mirza pada 1850 M. Ia hanya berusia 30 tahun.

Sebelum mati, Mirza Ali telah memilih dua pengikutnya untuk melanjutkan gerakannya. Shub ‘Azal yang berdomisili di Cyprus dan Baha’ullah yang bertempat tinggal di Adrinah (Adrionopel), wilayah Turki. Pengikut Baha’ullah merupakan mayoritas dalam mazhab ini. Mazhab Baha’iyyah sendiri dinisbatkan kepada Baha’ullah, sehingga disebut Baha’iyyah. Belakangan, Pemerintahan Turki Utsmani membuang Baha’ullah ke ‘Akka.

Di ‘Akka, Baha’ullah membukukan mazhab syiriknya. Ia menentang Alquran untuk menentang kitab “Al-Bayan” yang dikarang gurunya dan mulai menulis dalam bahasa Arab dan Persia. Karyanya yang populer adalah “Al-Aqdas”. Ia mengatakan bahwa semua yang terkandung dalam bukunya itu diwahyukan kepadanya. Ia mengaku kekal bersama kekelan Dzat Yang Mulia. Sejumlah aturan dalam syariat Islam dia ubah, seperti membuat hukum keluarga baru dengan melarang poligami, melarang talak dan membuang konsep ‘iddah pada wanita yang bercerai. Kemudian ia juga menghapus salat berjamaah, mengubah arah kiblat dari Ka’bah di Makkah ke tempat dimana Baha’ullah tinggal. Ia juga membatalkan semua ketentuan yang dibawa Islam mengenai hukum halal dan haram dalam jual beli, makanan dan lainnya serta menempatkan akal pada posisi syariat Islam dalam menetapkan hukum-hukum itu.

Kejayaan Baha’ullah berakhir dengan kematiannya pada Mei 1892. Aliran Baha’iyyah sangat agresif perkembangannya di negeri-negeri Islam pada masa kolonialisme, karena ia didukung oleh musuh-musuh Islam. Aliran ini, seperti ditulis penulis buku Al-Aqidah wa al-Syariah sebagaimana dikutip Syaikh Abu Zahrah, menyebar luas di berbagai kawasan Amerika Serikat dan bahkan bermarkas di Chicago. Wallahu a’lam bissawab.

suara-islam.com