Copyright © www.aldakwah.org 2023. All Rights Reserved.

Get Adobe Flash player
Anda dapat membaca Artikel serta kajian yang disediakan oleh kami
Anda dapat mengetahui berita islam terkini baik berita lokal maupun Internasional
Anda dapat mengakses murottal Al-Quran beserta terjemahannya ke berbagai bahasa
Anda dapat mengakses kajian audio yang kami terbitkan
Anda dapat berinfaq serta besedekah melalui perantara kami
Anda dapat memesan produk kami secara online

Kemaslahatan Umat mencintai Ulama

Belakangan ini banyak muncul suatu pemberitaan kurang mengenakkan menyamgkut lembaga keulamaan. Isu-isu kurang sedap (bahkan sudah mengarah pada dzon/prasangka) dan fitnah berhamburan di jejaring sosial.

Kejadian tidak perlu itu terjadi atas dasar prasangka yang tentu sangat berpotensi meresahkan umat, apalagi sampai merendahkan kredibilitas ulama di negeri ini.

Sebagai seorang Muslim, tentu pemberitaan semacam itu sangat menyakitkan hati. Sebab, bagaimanapun umat Islam tidak bisa berdiri secara benar tanpa adanya ulama. Dan, ulama adalah pihak yang memiliki otoritas dalam masalah keagamaan.

”Wahai orang-orang beriman taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rosul-Nya dan ulil amri di antara kamu.” (QS An Nisa’ : 59 )

Sebagai umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam kita tetapberkewajiban mencintai, memuliakan dan membela ulama. Terlepas jika ada masalah, kekurangan, atau mungkin oknum, tidak patut sekiranya muslimin terus mengembangkan dzon (prasangka) apalagi semakin menambah-nambahi “bumbu” dalam setiap informasi hingga berpotensi merusak lembaga keulamaan.

Peran Utama Ulama

Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa yang memiliki rasa khasyah di antara hamba-hamba Allah adalah ulama.

 “Sesungguhnya hanyalah yang takut kepada Allah di antara para hamba-Nya adalah ulama” (QS. Fathiir [35]: 28).

Dalam tafsirnya, Ibn Katsir mengatakan bahwa yang sesungguhnya takut kepada Allah dengan sebenar-benarnya adalah para ulama yang mengenal-Nya.

Lebih lanjut Ibn Katsir pun mengutip apa yang disampaikan oleh Ibnu ‘Abbas, “Di antara hamba-hamba Allah yang mengetahui tentang Allah Yang Maha Pemurah adalah orang yang tidak menyekutukan-Nya, menghalalkan apa-apa yang dihalalkan-Nya, mengharamkan apa yang diharamkan-Nya, memelihara wasiat-Nya dan meyakini tentang perjumpaan dengan-Nya dan bahwasannya amalnya akan dihitung.”

Dengan demikian berarti pemilik otoritas dalam soal penentuan masalah hokum tidak ada pada siapa pun melainkan para ulama. Oleh karena itu, umat Islam wajib mentaati dan mengikuti apa pun keputusan ulama terkait dengan perkara-perkara hokum, halal-haram dalam Islam.

Sebab perkara hukum atau halal-haram adalah perkara prinsip yang tidak saja berdampak langsung bagi kehidupan pribadi dan kolektif di dunia semata, tetapi juga berdampak langsung bagi kehidupan akhirat.

Nabi menegaskan bahwa ulama adalah pewaris Nabi. “Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan Dinar dan Dirham; mereka mewariskan ilmu. Orang yang bisa mengambil ilmu mereka, telah mengambil kebaikan yang sangat besar.” (HR. Abu Dawud).

Keharusan Mencintai Ulama

Dalam konteks ini maka suatu kebutuhan mendasar bagi umat Islam untuk mencintai ulama. Kita harus lebih taat dan percaya kepada ulama daripada siapapun, lebih-lebih sekedar media, yang sama sekali tidak mengerti halal-haram dan tidak berpihak pada kemaslahatan umat.

Umat Islam harus satu suara dalam soal mencintai dan membela ulama. Mereka adalah pihak yang memiliki otoritas ilmu di antara siapa pun. Bahkan yang paling bertanggung jawab terhadap kehidupan dunia-akhirat umat Islam.

Oleh karena itu, sudah satu kepatutan yang tak bisa ditawar-tawar bagi seluruh umat Islam untuk mencintai ulama.

Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan bahwa, “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Barangsiapa memusuhi wali-Ku maka aku umumkan perang kepada mereka.’”

Dalam konteks ini tentu wali Allah adalah ulama yang benar-benar membela kepentingan kemaslahatan umat Islam. Imam Syafii menjelaskan, jika para ulama itu bukanlah wali-wali Allah, maka tidak ada wali Allah di muka bumi ini.

Mengikuti ulama bukan Gosip

Dengan demikian, teranglah bahwa mencintai ulama adalah perkara penting lagi mendasar bagi seluruh umat Islam. Karena ulama kita terhindar dari makanan haram, perilaku haram dan sistem haram.
Jadi, sudah sepatutnya kita mengikuti seruan-seruan ulama, fatwa-fatwa ulama dan keputusan-keputusan ulama yang menyangkut hajat hidup umat Islam.

Jika kemudian suatu hari nanti kita mendapati lagi informasi tentang ulama. Janganlah mudah terprovokasi lantas ikut-ikutan salah paham terhadap ulama. Ulama itu adalah yang paling patut untuk diikuti dari pada siapa pun di muka bumi ini.

Orang yang paling mengetahui tentang perintah Allah dan Rosul-Nya adalah para ulama karenanya Ibnu Qayyim dalam bukunya ”I’lam Al Muwaqi’in” pernah menyatakan ulama memerintahkan pada sesuatu berdasarkan ilmu sedang umara tidak. karena ketaatan itu hanya diwajibkan pada hal-hal yang baik –baik saja dan berdasarkan ilmu. Dan para umara sendiri wajib hukumnya mentaati ulama yang komitmen dengan ajaran Islam.

Waspada, tapi tidak Merusak

Di zaman Nabi sendiri bahkan ada tipe orang yang ikut Islam namun hatinya tidak benar-benar dan sungguh-sungguh taat pada Nabi dan al-Quran. Tetapi mereka hanya main-main dan mengambil keuntungan semata.

Adalah Abdullah bin Ubay bin Salul seorang munafikin dan dikenal orang yang sangat licik. Dialah tipe munafik yang diabadikan dalam sejarah Islam. Ia hidup bersama-sama orang Islam, mengaku sebagai orang Islam dan melibatkan diri dalam kegiatan kaum Muslimin, malah ia juga merasakan lebih Islam daripada orang-orang Islam yang lain. Memang sukar untuk mengenali hati yang munafik, sedangkan mulutnya mengucapkan dua Kalimah Syahadah dan anggotanya melakukan ibadat bersama-sama kaum Muslimin yanglain.

Meski di antara Nabi hidup orang jenis Islam, umat Islam tidak lantas merusak Islam atau membuat keksimpulan sempit seolah-olah semua orang Islam telah rusak sebagaimana Abdullah bin Ubay. Tidak.

Allah justru menurunkan ayat untuk lebih waspada dan berhati-hati padanya.

“Dan jangan engkau tunduk kepada orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan biarkanlah gangguan mereka. Dan berserah dirilah kepada Allah kerana cukuplah Allah sebagai Pengawal.” ( QS: Al Ahzaab: 48)

Kasus ini hendaknya menjadi satu pengingat penting bagi umat Islam untuk tidak jauh dari ulama. Kita harus sering mendengarkan tausyiah-tausyiah ulama, bertemu dan berguru kepada ulama.

Sebab jika tidak, boleh jadi kita akan terprovokasi oleh informasi yang sangat mungkin tidak mengenal peran dan fungsi ulama dalam ajaran Islam dan tidak punya tujuan kecuali memisahkan ulama dari umatnya.

Marilah kita berlindung diri kepada Allah Subhanahu Wata’ala dari informasi dan subhat yang akan menjauhkan kita dari para ulama, merusaknya atau menfitnahnya. Wallahu a’lam.

Hidayatullah.com